MEDAN-Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Ditjen P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (RI) memetakan, Sumut berada pada peringkat ke 5 kasus difteri terbanyak di Indonesia. Hal ini lantaran ditemukannya kasus difteri yang cukup banyak pada periode September sampai Desember 2019 dan membuat Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) di Sumut.

“Bapak Gubernur Sumatera Utara sangat menaruh perhatian terhadap peningkatan kasus difteri di Sumut. Dimulai dengan kasus pada Mahasiswa Malaysia dengan diagnosa suspek difteri September lalu. Dan kami, Rumah Sakit Adam Malik sudah membentuk tim dengan dokter-dokter kami yang handal di bidang ini,” ucap Direktur Utama RSUP HAM, dr Bambang Prabowo MKes di dampingi Direktur Medik dan Keperawatan, dr Zainal Safri SpPD (K) SpJP (K) pada pertemuan dengan perwakilan dari Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI di Ruang Rapat Lantai 2 Gedung Administrasi RSUP HAM, Jumat (17/01/2020).

Lanjutnya, karena kasus difteri pada pasien Mahasiswi USU asal Malaysia yang meninggal setelah 2 hari dirawat di RSUP HAM menjadi masalah besar ketika dihadapkan dengan pihak lain, yaitu Negara Malaysia karena pelayanan kesehatan di Indonesia kemudian dinilai kurang.

Berdasar pada hal ini, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI hadir untuk memberikan Bimbingan Terpadu mengenai penanganan penyakit difteri. Menurut Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI Kasus difteri ini terjadi karena dulu masih belum ada vaksinnya, sehingga penyakit itu diteruskan sampai saat ini. Sementara saat ini, penyakit difteri sudah ada vaksinnya.

"Maka, vaksin ini tidak boleh diabaikan. Kita punya vaksin yang cukup. Dan seharusnya, banyak penyakit lain belum ada vaksinnya yang menjadi PR kita,” terang Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, drg Vensya Sitohang MEpid Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI.

Vensya menegaskan, untuk menurunkan angka kejadian difteri dibutuhkan peran surveilans, yaitu memberikan edukasi dalam pengawasan diri bagi pasien, keluarga dan juga orang-orang yang kontak erat dengan pasien. Beliau juga mengingatkan agar setiap kasus yang ditemukan di follow-up oleh Dinas Kesehatan.

“Setiap orang yang kontak erat dengan pasien wajib diberikan obat. Namun ada beberapa kasus seperti teman sekolah, keluarga, dan sebagainya diberikan obat, ada yang menolak. Alasan karena mual, akibatnya penyakit ini terus berkembang. Namun untuk Sumatera Utara kami sangat mengapresiasi kinerja Tim KLB Difteri Rumah Sakit Adam Malik,” tambahnya.

“Klinis dan Tata Laksana Suspek Difteri” serta “Standar Laboratorium Pemeriksaan Difteri” adalah materi yang dibahas dalam pertemuan ini, yang dipaparkan oleh pemateri yang ahli dibidang ini yaitu Ketua Komite Ahli Difteri Nasional, Prof Dr dr Prof Ismoedijanto SpA (K) dan Anggota Komli Ahli Mikrobiologi BBLK Surabaya, dr Eveline. Kegiatan diisi juga dengan diskusi permasalahan dan solusi.

Puluhan orang mengikuti kegiatan ini yang terdiri dari Dinkes Sumut, Dinkes Kota Medan, Kepala Bidang P2P, Kantor Kesehatan Pelabuhan Medan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kota Medan serta Kepala SMF. Melalui pertemuan ini diharapkan kasus difteri dapat berkurang, dengan didukung adanya anggaran, sarana dan prasarana dari pemerintah. Setiap pihak terkait dapat bekerja sama dan ambil andil sesuai dengan bidangnya.*