JAKARTA-Sambil menggendong anaknya yang baru berusia satu tahun, Wulan berdiri di depan tenda pengungsian. Ia terus mengajak anak keempatnya itu berbicara, coba menghibur di antara duka warga korban bencana tanah longsor di Kabupaten Sibentang, Desa Jayaraharja, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.

Sudah empat hari, anak Wulan yang paling kecil mengalami demam. Wulan dan anak-anaknya merupakan bagian dari ratusan pengungsi dari Kampung Sibentang. Mereka mengungsi di salah satu petak sawah yang aman dari bencana longsor. Kini kondisi pengungsian pun seadanya saja, hanya terbuat dari terpal yang banyak memiliki lubang serta alas karung yang akan basah tiap kali hujan melanda.

“Ukurannya memang tidak luas, jumlah pengungsinya lebih dari seratus jiwa dari satu kampung. Ya berdesak-desakan gini. Mau bagaimana lagi,” jelas Wulan.

Bagi ratusan pengungsi tidak ada pilihan lain selain mengungsi di tempat aman. Kini Kampung Sibentang kosong sudah ditinggalkan oleh seluruh penghuninya karena ancaman longsor. Tanah di perkampungan itu telah mengalami keretakan dan rawan runtuh saat hujan deras melanda.

Selain Desa Jayaraharja, terdapat kampung yang juga terkena dampak longsor, yaitu kampung Sinar Harapan, Desa Harkat Jaya, Kecamatan Sukajaya, Bogor. Kampung Sinar Harapan sendiri merupakan salah satu daerah permukiman yang terdampak parah longsor yang terjadi di awal tahun 2020 lalu. Bukit yang menjulang di belakang kampung runtuh dan mengubur sebagian rumah serta area persawahan. Saat ini, lokasi bekas longsoran bak sungai lebar yang melintang dan mulai ditinggalkan penghuninya.

Saat longsor terjadi, Kampung Sinar Harapan sempat terisolir karena satu-satunya jalan keluar masuk kampung tertutup longsoran tanah yang tebal. Sedangkan Kampung Banar yang berada tepat di bawah Kampung Sinar Harapan dilanda banjir bandang akibat meluapnya Sungai Cidurian yang melintasi kampung tersebut.

Salah seorang pengungsi bernama Manta, hanya dapat melihat proses pencairan korban yang masih dinyatakan hilang akibat bencana longsor. Manta tak dapat berbuat banyak. Ia tidak diperkenankan untuk ikut pencarian korban oleh petugas karena kondisi tanah bekas longsoran yang masih labil. Meski demikian, Manta tak pernah lepas harapan. Dari kejauhan ia menyaksikan tim SAR berjibaku dengan lumpur tebal. Mereka terus mencari korban yang masih dinyatakan hilang. Salah satunya ialah Cicih Handayani, keponakan Manta. Harap Manta singkat “Semoga Cici segera ketemu”.

Kini, Kampung Sinar Harapan tak memiliki penghuni. Ratusan rumah yang masih berdiri dibiarkan kosong begitu saja oleh sang pemilik yang memilih mengungsi. Asep salah satunya. Ia memboyong seluruh keluarganya tinggal di pengungsian di SDN Banar 3. Trauma menjadi penyebab.

“Belum tahu kapan balik lagi ke sana, kalau bisa sih dapat bantuan pindah lokasi tempat tinggal,” ungkap Asep kepada ACTNews. Tim Disaster Emergency Response (DER) - ACT bersama tim SAR Gabungan melakukan pencarian korban dengan menggunakan air bertekanan tinggi untuk menyingkirkan lumpur.

Namun, karena hujan yang terus mengguyur, pencarian dihentikan karena dikhawatirkan adanya longsor susulan yang dapat membahayakan tim SAR.

Kini, harapan warga yang kampungnya berada di bawah ancaman bencana hanyalah relokasi. Mereka masih tak berani kembali dan memilih bertahan di pengungsian. Setelah bencana tanah longsor di Bogor, warga berbondong-bondong meninggalkan kampung mereka. Tak ada kehidupan penduduk hingga satu pekan pascabencana. Perkampungan sepi.*