TOBASA-Kerap dapat siksaan dari orang tuanya, seorang bocah berusia 7 tahun berinisial AHMR melarikan diri dari kediamannya rumah orang tuanya di desa Sibaragas Toruan, Kecamatan Pagaran, Siborong - Borong Kabupaten Tapanuli Utara.

Larinya sang bocah putus sekolah ini karena tak kuasa menahan siksaan yang diterimanya hampir setiap hari dari orang tuanya. Sang bocah lari dari rumah masuk ke hutan desa Lumban Motung yang akhirnya ditemukan oleh warga dengan kondisi sangat memprihatinkan.

Didapat informasi, berbagai perlakuan kasar tak manusiawi kerap diterima dan dirasakan AHMR (korban-'red) dari ayah tirinya Eben Pasaribu alias Tiger berikut ibu kandungnya Yanti Mulyanis yang kerap melakukan penganiayaan terhadap korban, bahkan memukul kepala korban hingga luka. Perlakuan kekerasan ini juga dirasakan korban dari perlakuan pembantu Eben, Nuraini Sinaga dan Lambar.

"Aku tidur di bak mandi yang baru dibuat, makan pun kadang tak di beri. Badan saya kerap dipukuli dengan menggunakan bambu berukuran gagang sapu hingga patah dan berbagai siksaan lain yang dilakukan kepada saya, Abyan (korban,red) mengaku sering mendapatkan tindakan kekerasan hanya karena hal sepele dan pernah dikasi makan kotoran ayam. Karena saya tidak tahan, saya nekat lari dari rumah menuju Hutan di Desa Lumban Motung sejauh +_ 10 Km," ujar korban dengan polosnya.

Diketahui, abang korban Fauzan Ray sengaja dipisahkan oleh orang tuanya (ayah tiri dan Ibu Kandung) darinya supaya kedua orang tuanya leluasa bertindak terhadap korban. Mengetahui hal tersebut ayah kandung korban Hasrizal Ray melaporkan kasus tersebut ke Polres Tapanuli Utara.

Awal penderitaan yang dialami Abyan diakibatkan karena Perpisahan ayah Kandungnya (Hasrizal Ray dengan Ibu Kandungnya Yanti Mulyanis) yang akhirnya ibu kandung Abyan menikah dengan ayah tirinya Eben Pasaribu alias Tiger. Pernikahan Ibu kandung korban dengan ayah tirinya tersebut menjadi petaka bagi korban dengan menerima berbagai penganiayaan/siksaan serta berbagai perlakuan tak wajar lainnya hingga tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Mengetahui kejadian tersebut, memicu amarah warga sekitar dan tidak sampai melakukan tindakan anarkis terhadap orang tua korban yang selanjutnya warga mengamankan korban ke Medan di rumah keluarga dekatnya sembari berharap bahwa kasus ini segera menjadi perhatian serius oleh pihak penegak Hukum.

"Kasus penganiayaan dan penyiksaan terhadap korban AHMR, Polres Tapanuli Utara memastikan akan menindak lanjutinya dengan tegas sesuai prosedur Hukum dan Undang Undang dan memberikan atensi untuk segera menindaklanjuti perkara tersebut," tegas AKBP. Horas Silaen, S.I.K Kapolres Tapanuli Utara kepada Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak.

"Saya pastikan jajaran Satkrimum Polres Tapanuli Utara khususnya UNIT PPPA dan komitmen Polres Taput akan bekerja keras untuk menangani kasus kekerasan dan penganiayaan ini," tegas Kapolres.

Arist Merdeka Sirait dalam pernyataannya meyampaikan, bahwa peristiwa memilukan yang terjadi diawal tahun 2020 ini telah mengundang reaksi masyarakat Tapanuli Utara khususnya masyarakat di Siborongborong. "Dengan kejadian ini betapa nasib anak-anak di Indonesia dilingkungan dekatnya pun tidak bebas dari perlakuan tindakan kekerasan," ungkapnya.

Lanjut Arist, untuk keadilan dan kepentingan terbaik anak (the best interest of child) tidak ada alasan bagi siapapun pelaku kekerasan yang dapat ditoleransi dan kebal hukum, sekalipun orangtua kandung sebagai pelaku maupun orang disekitar korban yang mengetahui penyiksaan itu terjadi dan tidak memberikan pertolongan serta orang yang ada disekitar anak dan keluarga dekat korban dengan demikian Polres Tapanuli Utara dipastikan akan segera menangkap dan menahan pelaku dan menjerat pelaku dengan ketentuan UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun pidana penjara.

Setelah memenuhi unsur melalui berbagai tahapan Lidik/Pemeriksaan dari pihak penegak Hukum (Polres TAPUT) dan orang tua kandung terbukti menjadi pelaku kekahatan kekerasan terhadap anak (korban,red), maka orang tua dapat dijerat dengan ketentuan pasal berlapis, yakni ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya,terang Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak dalam siaran persnya kepada Gosumut dari markasnya di Jakarta Timur Sabtu (4/1/2020)

"Untuk memulihkan trauma berat korban yang saat ini diberi rasa nyaman di rumah salah satu keluarga korban di Medan, KOMNAS Perlindungan Anak akan segera meminta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Sumatera Utara untuk memberikan dampingan pemulihan traumatis korban," tandas Arist.*