JAKARTA - Partai Hanura pada hari ini 17 hingga 19 Desember 2019 bakal melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) ke-3 di Hotel Sultan, Jakarta. Pelaksanaan Munas ke-3 Hanura ini sengaja dipercepat lantaran permintaan DPC dan DPD Hanura diseluruh daerah, pasca melaksanakan Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda). Untuk calon Ketua Umum Partai Hanura 2019-2024 mendatang, baru nampak satu nama yaitu pertahana Oesman Sapta Odang (OSO). Pada Munas ke-3 Partai Hanura kali ini juga tak mengundang pendiri partai Hanura, Wirando. Tidak hanya Wiranto, Hanura juga tak menundang Presiden Joko Widodo (Jokowi) , Menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) dan para ketua umum partai politik (Parpol).

Ketua DPP Partai Hanura Benny Ramdhani menegaskan, Munas Hanura kali ini sengaja dihadiri pihak internal saja. Terutama, pada kader Hanura yang memiliki hak suara untuk menentukan siapa Ketua Umum Hanura diperiode selanjutnya. "Saat ini telah terkonfirmasi akan dihadiri 514 DPC (Dewan Pimpinan Cabang) dan 34 DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Hanura diseluruh Indonesia. Pada pembukaan Munas nantinya akan diikuti, peserta Munas, khususnya pemilik suara," ucap Benny di Kantor DPP Partai Hanura, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2019).

Dipercepatnya Munas ke-3 Hanura kali ini, kata Benny bukan tanpa sebab. "Pada forum rapat pimpinan daerah 1-12 Oktober 2019 lalu yang di laksanakan 512 DPC Hanura se- Indoneisa dari berbagai aspirasi meminta Munas Hanura di percepat. Lalu pada tanggal 20-22 November yang diikuti 34 DPD Hanura se-Indonesia juga meminta hal yg sama," aku Benny.

Mantan anggota DPD RI ini mengaku, persiapan Munas Hanura telah siap hampir 100%. "Secara persiapan (Munas) sudah rampung 99% bisa dilaksanakan dan tak ada kendala apapun dilapangan," ujar Benny.

Lebih lanjut, Benny menjelaskan alasan tak diundangnya Presiden Jokowi dan jajarannya, serta pihak luar lainnya di Munas ke-3 Partai Hanura adalah merupakan keputusan musyawarah di internal Hanura. "Memang kali ini kita sengaja laksanakan khusus untuk internal saja. Kita nggak ngundang presiden, menteri dan lainnya. Apalagi pada tanggal 21 Desember 2019 setelah pelaksanaan Munas, Hanura berulang tahun ke 13. Saking mepetnya waktu, dan rekan-rekan partai juga ada yang merayakan hari Natal, perayaan ulang tahun partai kemungkinan di undur sampai bulan Januari 2020 mendatang," jelas Benny.

Soal kenapa bekas Ketua Umum Hanura Wiranto tak diberikan undangan pada Munas ke-3 Hanura. Benny memberikan penjabaran tegas, kepada mantan petinggi TNI itu. "Pak Wiranto itu tidak ada dalam struktur DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Hanura. Pengakuan jabatan 'Ketua Dewan Pembina' Hanura yang selalu diucap Pak Wiranto itu, setelah dirinya menjadi Menko Polhukam saja. Karena dari SK DPP Hanura yang di keluarkan oleh Kemenkum HAM. Tidak ada namanya jabatan 'Dewan Pembina'. Yang ada itu hanya, jabatan Dewan Penasihat dan Dewan Pakar Hanura," papar Benny.

Benny juga meyayangkan sikap Wiranto saat Partai Hanura berkonflik dan terpecah menjadi dua kubu. "Apalagi pas konflik adanya kubu Ambahara yang dipimpin Syarifuddin Sudding dan Kubu Mainhattan yang dipimpin OSO. Pak Wiranto justru memilih kubu ilegal Sudding," kesal Benny.

"Tak hanya itu, sejak OSO memimpin Partai Hanura, Wiranto juga enggak melakukan komunikasi dengan Ketua Umum Hanura. Wiranto juga sama sekali tak memberikan dukungan. Ditambah, Menkumham mengakui hasil Munas Solo yang menegaskan tak ada struktur dewan pembina di Partai Hanura," sambungnya.

Oleh sebab itu, Benny tak sungkan menyebut Wiranto sebagai sosok yang haus akan kekuasaan."Sejarahnya dewan pembina itu ada setelah dia (Wiranto) jadi Menko Polhukam. Wiranto sosok haus kekuasaan. Wiranto pemimpin pesiunan jenderal yang memiliki sifat 'Split Personality'. Kalo dia merasa benar adanya jabatan dewan pembina di Hanura, seharusnya berani melakukan pengajukan pengunduran diri atau menolak watimpres. Karena jadi Watimpres nggak boleh terlibat di struktural partai," tandas Benny.***