MEDAN-Menurut pandangan Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin kasus kematian babi yang ada di Sumatera Utara (Sumut) yang terus mengalami peningkatan dan perlu mendapatkan perhatian serius. Karena masalah kematian babi ini sangat erat kaitannya dengan potensi kenaikan harga pangan yang ada di Sumut.

Selain itu, angka kematian yang terus mengalami peningkatan tersebut sangat merugikan para peternak babi. Terlebih disaat menjelang perayaan natal tahun ini. Semua peternak babi dirugikan karena penjualan hewan ternak mereka tidak laku di pasaran. Bahkan sekalipun dijual dengan harga yang sangat miring. Kondisi ini sangat mengganggu daya beli peternak babi. Terlebih menjelang perayaan keagamaan besar Natal 2019 yang sebentar lagi.

"Jika mengacu kepada data hewan yang mati dari Balai Veteriner Medan, Jumlah sebanyak 27 ribuan babi yang mati telah merugikan peternak babi Sumut sebesar hampir 100 Milyar Rupiah sejauh ini. Dan jika melihat tren kematian yang terus meningkat, maka ancaman kematian populasi babi terbuka lebar. Nah ancaman 1,2 juta populasi babi yang bisa saja mati ini, akan merugikan peternak Sumut sekitar 4 triliun nantinya," kata Gunawan, Jumat (13/12/2019).

Untuk itu, sambung Gunawan pemerintah harus bertindak segera agar kerugian ini tidak meluas. Jadi langkah utama yang bisa dilakukan dengan segera adalah menyelamatkan daya beli peternak babi terlebih dahulu. Mengingat daya beli mereka terpuruk seiring dengan sulitnya mereka menjual hewan ternak tersebut belakangan ini.

"Selanjutnya, kita pikirkan nasib peternak babi selama kandang tidak bisa digunakan untuk berternak. Karena menurut Bapak H. Agustia (KA Balai Veteriner). Kandang babi harus disterilkan dari virus secepat cepatnya itu adalah 3 bulan dengan pengawasan ketat, meskipun idealnya (sesuai dengan rekomendasi) itu sekitar 1 tahun. Waktu selama itu tentunya membuat peternak akan kehilangan daya belinya. Ini akan memperburuk masalah ekonomi masyarakat khususnya mereka yang beternak babi," terangnya.

Untuk itu, Gunawan berharap pemerintah agar segera memberikan bantuan kebutuhan pokok dasar peternak, serta mengeluarkan anggaran untuk membatasi ruang gerak penyebaran virus tersebut. Hal ini guna menyelamatkan potensi kerugian yang 4 triliun tadi. Sebaiknya pemerintah menyiapkan anggaran optimal agar penyebaran virus dan kematian babi bisa dihentikan.

Harga pangan berpeluang naik

Kematian babi belakangan ini juga sangat potensial membuat sejumlah bahan pangan substitusi dari babi seperti daging ayam, telur ayam maupun sapi berpeluang mengalami kenaikan harga. Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2019 umumnya konsumsi akan protein akan mengalami peningkatan. Dan jika masyarakat yang biasa mengkonsumsi babi mengalihkan ke jenis protein lain, maka ada peluang kenaikan harga daging ayam, telur ayam maupun daging.

"Meskipun, KA Balai Veteriner telah menegaskan bahwa babi yang terserang virus aman dagingnya untuk dikonsumsi manusia. Jadi seharusnya tidak ada kekuatiran yang berlebihan maupun tidak masuk akal. Untuk itu saya menganjurkan masyarakat agar terus memerangi berita yang tidak benar atau hoaks, karena sangat meresahkan," bebernya.

Masalah serangan virus ke babi ini bukan hanya dialami oleh Sumut saja. Namun ini merupakan bencana global dimana negara lain pun mengalami hal yang sama. Tetangga kita yang terdekat Thailand juga mengalami masalah serupa.

"Untuk itu segera semua pihak atau stakeholder khususnya pemerintah segera turun tangan untuk membatasi penyebaran virus tersebut, Agar tidak memicu multiplier efek lainnya yang bisa saja memicu kenaikan harga kebutuhan masyarakat pada umumnya," tukasnya.*