MEDAN-Masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yakni masyarakat cenderung memperlakukan ODHA dengan sangat buruk, seperti dikucilkan dari masyarakat, tidak memperoleh pendidikan, diberhentikan dari tempat bekerja bahkan dijauhi oleh keluarganya sendiri.

Tak sampai disitu, perawatan bagi ODHA pun belum optimal. Masyarakat menganggap ODHA pantas diberikan cap buruk.

Hal itu suatu anggapan dan penilaian yang sangat keliru, dimana HIV/AIDS masih kerap dikaitkan dengan perilaku berisiko, seperti seks bebas dan narkoba. Padahal faktanya, ibu rumah tangga yang setia pada suami, bahkan bayi yang tak berdosa pun bisa terinfeksi HIV.

Maka itu, masyarakat sama sekali tidak memiliki simpati pada ODHA. Padahal ODHA merupakan orang-orang yang rentan dengan kematian apabila tidak mendapat perawatan yang optimal.

"Terkait hal itu, Balai Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV (BRSODH) Bahagia Medan telah mencanangkan program Desa Inklusif Orang Dengan HIV/AIDS (desa bebas stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dan dipilihlah Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sebagai Desa Inklusif bagi ODHA Bebas Stigma dan Diskriminasi," kata Kepala BRSODH, Sumarno Sri Wibowo, Kamis (12/12/2019).

Wibowo menjelaskan, Desa Inklusif ODHA merupakan desa yang mampu menerima keberadaan ODHA secara positif, dapat memberikan layanan dan ruang yang aksesibel untuk semua orang terutama ODHA, bisa memberikan ruang gerak, berkembang dan berpartisipasi aktif sesuai dengan kebutuhan ODHA sehingga mereka dapat merasakan keamanan dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggalnya.

"Dari pengukuhan ini diharapkan warga benar-benar memahami secara menyeluruh dan mendalam mengenai HIV, sehingga warga tidak memberikan stigma dan diskriminasi dan menerima keberadaan warganya jika ada yang terinfeksi HIV serta mengerti cara penanggulangannya. Bahkan, ini merupakan desa pertama di Indonesia yang dicanangkan sebagai Desa Inklusif bagi ODHA yang nantinya diharapkan pemerintah daerah bisa menciptakan suatu kebijakan dalam mendukung program pemerintah tentang penanggulangan HIV/AIDS," jelasnya.

Lebih lanjut, Camat Pancur Batu, David Efrata Tarigan mengaku, desa ini sudah dianggap layak sebagai desa percontohan dan desa yang bebas dari diskriminasi serta ramah dengan orang berstatus HIV/AIDS. Bahkan, ini bukan hal yang mudah dan melalui banyak proses untuk menjadi desa yang inklusif.

"ODHA memang dianggap sulit untuk diterima oleh masyarakat. Maka itu melalui Desa Inklusif ini, kita bisa menerima mereka dengan baik sama seperti keluarga kita sendiri dan diperlakukan sebaik mungkin di lingkungan masyarakat," ujarnya.

David pun berharap, hal ini bisa membawa motivasi terhadap pengembangan untuk kemajuan desa dari sisi yang lain. Pihaknya akan memajukan semua sektor dan membina Desa Inklusif dengan baik.

Kabid P2P Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, dr Jefri Suska yang turut hadir menambahkan, untuk menjadi Desa Inklusif tak lepas dari peranan dan dukungan pemerintah daerah. Karena, banyak ODHA yang belum bisa diterima di masyarakat dan ini merupakan inovasi bagi desa untuk lebih peduli agar masyarakat menjaga kesehatannya.*