MEDAN - PT Permodalan Nasional Madani – UlaMM Kantor Unit Medan Aksara digugat nasabah, So Tjan Peng ke Pengadilan Negeri Medan. Gugatan tersebut bernomor 858/Pdt.G/2019/PN Mdn tertanggal 3 Desember 2019.
Gugatan ini bermula dari aset yang dijadikan agunan untuk kredit, berupa sebidang tanah dengan sertifikat hak milik (SHM) No 02154/Sidorejo Hilir dengan luas 88 m2 di Kecamatan Medan Tembung dilelang sekira akhir April 2019 dengan harga rendah sekira Rp190 juta, jauh dibawah harga pasaran senilai Rp450 juta.

So Tjan Peng menggugat PT Permodalan Nasional Madani (Persero) – UlaMM Kantor Unit Medan Aksara sebagai tergugat 1 dan Pemerintah RI c/q Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) c/q Kanwil DJKN Sumatera Utara c/q Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Negara (KPKNL) Medan sebagai tergugat II.

Tidak hanya itu saja, So Tjan Peng juga mengaku sampai saat ini tidak mengetahui dan memegang surat perjanjian kredit. Sehingga tidak mengetahui berapa jumlah bunga dan biaya lainnya selain hutang pokok.

Disebutkan So Tjan Peng, Selasa (10/12/2019) tindakan lelang yang dilakukan tersebut, bertentangan dengan Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) No 4 tahun 1996 pasal 26 yang mengharuskan eksekusi, ikut campur Ketua Pengadilan Negeri. Lelang yang dilakukan bukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 93/PMK.06/2010 Yo Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 106/PMK.06/2013, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No 27/PMK.06/2016).

Dalam gugatannya, So Tjan Peng juga menyebutkan, lelang tersebut bertentangan dengan Pasal 1211 KUHPerdata yang mengharuskan melalui Pegawai Umum (Pengadilan Negeri). Bahkan sambungnya, yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No 3210.K/PDT/1984 tanggal 30 Januari 1986 menyatakan pelaksanaan pelelangan yang tidak dilaksanakan atas penetapan/fiat Ketua Pengadilan Negeri, tidak sah.

Dia menilai tindakan pelelangan aset yang dilakukan tersebut cacat hukum serta tidak sah, karena untuk menjual objek Hak Tanggungan (Beding Van Eigenmatigeverkoop) harus berdasarkan Pasal 26 Undang-undang Hak Tanggungan No 4 tahun 1996 yang mengaturnya dengan memperhatikan Pasal 14, Peraturan mengenai eksekusi hipotik yang ada mulai berlakunya Undang-undang ini, berlaku terhadap Eksekusi Hak Tanggungan.

"Selama belum ada peraturan yang mengaturnya tentang pelaksanaan Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan tersebut, maka eksekusi hipotik yang berlaku yaitu dengan harus melalui Pengadilan Negeri setempat. Oleh karenanya, pelaksanaannya merujuk pada Pasal 224 HIR/258 RBG, maka pelaksanaan eksekusi maupun lelangnya harus melalui Fiat eksekusi melalui Pengadilan Negeri, bukan melalui perantara Tergugat II," tegasnya.

Untuk itu, dirinya berharap tetap mendapatkan kesempatan untuk mencari calon pembeli tanah/bangunan yang diagunkan/dijaminkan tersebut.