JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Gerindra MPR RI, Fadli Zon meminta, agar diskursus perubahan masa jabatan presiden yang belakangan menyeruak, segera disudahi karena hanya akan membuka kotak Pandora bagi Demokrasi Indonesia pasca reformasi.

"Ini wacana yang berbahaya, karena berdasarkan penelitian, memang ada kecenderungan dari petahana itu untuk extend kekuasaannya," kata Fadli yang juga aktor dari Reformasi 1998 silam itu dalam diskusi "Menakar Peluang Amendemen Konstitusi?" di Media Center MPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019)

Kritik Fadli juga menyasar wacana menghidupkan kembali GBHN. Baginya, wacana tersebut hanya untuk menutupi kegagalan pemerintah dalam mewujudkan janji-janjinya, seperti ekonomi meroket dan sebagainya.

"(GBHN, red) tidak perlu karena di dalam sistem presidensil, presiden sudah sangat kuat," kata dia.

Sebagai pengingat, wacana-wacana ini meluas menyusul adanya rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI periode 2014-2019 lalu pada MPR periode saat ini, yang sebetulnya hanya memuat 7 poin rekomendasi untuk dikaji lebih jauh, yakni:

a) Pokok-pokok Haluan negara

b) Penataan Kewenangan MPR RI

c) Penataan Kewenangan DPD

d) Penataan sistem presidensial

e) Penataan kekuasaan Kekahiman

f) Penataan sistem hukum dan peraturan perundangan berdasarkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara

g) Pelaksanaan Pemasyarakatan nilai-nilai 4 Pilar MPR RI serta Ketetapan MPR RI

7 poin tersebut tertuang dalam pasal 1 Keputusan MPR nomor 8/MPR/2019. Dan pasal 3 Ketetapan MPR yang sama, mengamankan pada MPR untuk melakukan kajian lebih jauh hingga didapati satu konsensus politik bersama.

"Terhadap rekomendasi pasal 1 huruf b, c, d, e, f, MPR periode 2019-2024 melakukan kajian lebih mendalam," bunyi pasal 3 Ketetapan MPR RI itu.***