JAKARTA – Legislator Fraksi PKS DPR RI, Mardani Ali Sera mengatakan, usulan agar jabatan Presiden ditambah menjadi tiga periode merupakan kemunduran ke era Orde Baru sehingga menjadi mimpi buruk yang berbahaya bagi bangsa dan reformasi Indonesia.

“Saya heran masih ada pihak-pihak yang menginginkan penambahan masa jabatan Presiden. Saya pikir jelas usulan itu membahayakan bagi Reformasi yang sedang berjalan. Masa mau nostalgia otoritariansme orde baru lagi?" kata Mardani kepada wartawan, Senin (25/11/2019).

Mardani mengungkapkan, wacana ini digulirkan bukan sekali atau dua kali, tapi lebih dari itu. Katanya, “Dulu tahun 2010 sempat juga isu ini berkembang, sekarang setelah presiden jokowi terpilih kembali mulai kembali dikembangkan usulan serupa dan bahkan dipilih lagi oleh MPR. Jangan-jangan mau menciptakan ‘Despotisme’ lagi,”.

Ketua DPP PKS ini mengatakan sebaiknya disudahi saja isu yang kontra produktif dengan proses demokratisasi di Indonesia. Indonesia, kata Mardani, udah lebih baik alam demokrasinya dibandingkan era orde baru.

"Yang baik itu, lihat ke depan, belajar dari pengalaman masa lalu, ambil pelajaran yang baik dan hilangkan yang buruk,” kata Mardani.

Mardani mengingatkan agenda awal gerakan reformasi adalah membentuk ketetapan MPR Nomor XII/MPR/1998 tentang Pembatasa Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang diperkuat di perubahan pertama UU 1945 di Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

“Di titik ini Indonesia mulai berpijak dan berharap masa depan lebih cemerlang lagi, masa mau mundur?,” ujarnya.

Selanjutnya, Melalui sistem Pemilu umum langsung oleh rakyat, pertanggungjawaban Presiden juga mutlak langsung pada rakyat untuk masa jabatan tertentu. “Jadi ketika kampanye Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat sehingga bisa membuat janji-janji yang jelas kepada rakyat selama lima tahun,".

Kalau dalil masa jabatan presiden 3 periode oleh pihak pihak itu dengan alasan memastikan kesinambungan pembangunan sebenarnya bisa masih banyak solusi lainnya. “Kita bisa melakukan reformulasi perencanaan pembangunan nasional saat ini, misalnya MPR menghidupkan GBHN lebih bagus. Bukan mengaktifkan kembali watak oligarki dalam sistem demokrasi kita saat ini,” pungkasnya.***