MEDAN - Umar Zein semakin menunjukkan kepiawaiannya di bidang sastra. Meski berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam, namun Ketua Prodi Profesi FK UISU ini mampu bersaing dengan seniorannya yang sudah aral melintang menulis puisi, sajak, cerpen maupun novel.


Sebut saja Bambang Widiatmoko atau Sam Mukhtar Chaniago, nama Umar Zein turut bersanding dengan para penulis nasional itu dalam pilihan antologi puisi pada Pekan Literasi Perruas (Perkumpulan Rumah Seni Asnur) 2019, Jumat (15/11/2019) di Auditorium Perpustakaan Nasional Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.

Adapun kelima puisi pilihan antologi puisi sajak cinta untuk Sang Peneroka antara lain Bambang Widiatmoko (Bekasi) dengan judul Menanam Sajak di Lahan yang Bijak, Dandan Ardana (Sumedang) dengan judul Armagan, Sam Mukhtar Chaniago (Jakarta) dengan judul Wahai Tuanku Penyair Tampakkan Wajah Syairmu, Mariana Pranoto (Kalbar) dengan judul Nakhoda Bahtera, dan Umar Zein (Medan) dengan judul Rumah tak Berdinding.

Dihubungi, Minggu (24/11/2019), dr Umar Zein menerangkan, Rumah Seni Asnur adalah sebuah sanggar sastra dan seni dibawah pimpinan Asrizal Nur. Komunitasnya adalah Perkumpulan Rumah Seni Asnur (Perruas).

"Di ulang tahun ke 5 Perruas dan Ulang tahun ke 50 Asrizal Nur dikumpulkanlah puisi dari seluruh anggota se Indonesia dan Asean menjadi buku kumpulan puisi dengan judul Sajak Cinta Buat Peneroka yang ditulis oleh 212 penyair," ungkap Umar.

Dari 400 lebih puisi, sambung Umar, puisi Rumah tak Berdinding karyanya termasuk 5 puisi pilihan yang mendapat penghargaan berupa piala dan sertifikat.

"Puisi Rumah tak Berdinding bercerita tentang perkumpulan sastra dan seni yang anggotanya tidak mengenal sekat agama, bangsa, suku, status sosial dan profesi untuk memajukan kegiatan literasi di Indonesia," jelasnya.

Berikut puisi Rumah tak Berdinding karya dr Umar Zein

Pondasi rumah itu dibangun di atas pualam puisi
dijalin dengan tali inspirasi dan anyaman imaji
dinaungi atap partisipasi dan sejuta diksi

syair mengilir sungaisungai pertemanan
perduperdu rindu bagai dawai menjalin temu
lariklarik aksara meretas sekat muasal budaya

Rumah seni
tak pernah sepi imajinasi dan ekspresi
yang diaduk dalam kuali diskusi menjadi antologi
semilir bayu silaturahmi menembus dinding waktu
gerimis hujan katakata membasahi kotakota
menyuburkan kembangkembang sastra yang disunting budaya
dari barat sampai timur menggalibkan pertembungan karya
hingga meneroka pintas segara lintas negara
mengarak peneroka di panca hari jadi