MEDAN — Komisi Pengawasan dan Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah I menerima banyaknya laporan mengenai praktik mafia lelang aset nasabah di sejumlah bank BUMN. Diduga ada bank plat merah yang memiliki setidaknya satu-dua “pelanggan” atau pelaku lelang aset yang selalu menang dan mendominasi. “Laporan yang kita terima begitu. Memang biasanya, pihak bank itu kan yang penting aset yang akan dilelang cepat laku agar bisa menutupi tunggakan kredit nasabahnya. Intelijen kita juga laporkan itu,” kata Kepala KPPU Wilayah I, Ramli Simanjuntak, seperti dikutip dari waspadaaceh.com, Kamis (21/11/2019).

Ramli mengatakan, tidak hanya di bank BUMN saja, kasus serupa juga terjadi di bank swasta dan lembaga keuangan non bank. Dia memahami, situasi itu karena sebagai bagian kinerja perusahaan agar memperoleh keuntungan. Namun kata dia, cara dan prosesnya harus benar, mengacu kepada peraturan yang berlaku.

“Namun yang menjadi catatan kita itu kan, adanya dominasi pelaku (pemenang lelang) dengan orang yang sama. Itu-itu saja yang menang. Itu tidak boleh, sudah masuk dalam monopoli. Memang ada mafia itu,” ujarnya.

Dia berharap terkhusus kepada Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) agar memperbaiki sistem lelang aset nasabah yang menunggak kreditnya itu. Karena pihaknya tidak segan-segan akan mengusut praktik-praktik tersebut yang terindikasi adanya kecurangan atau persekongkolan dalam proses lelang.

“Kita imbau. Pihak bank agar memperbaiki dan mengevaluasi itu. Karena sewaktu-waktu nanti ketika kami turun, jangan sampai malah kepercayaan publik kepada bank itu turun,” ungkapnya.

Ramli menuturkan dalam waktu dekat juga akan mengkoordinasikan masalah itu ke pihak Bank Indonesia sebagai otorita tertinggi. Apalagi, bila sampai Bank BUMN yang menjadi salah satu pelakunya.

“Kita harap jangan sampai. Kita terbuka kepada masyarakat yang menjadi korban mafia penjualan aset oleh bank untuk melapor kepada kami, terutama dengan nilai aset di atas Rp5 miliar,” tuturnya.

Ramli menegaskan, pihak bank menggunakan sistem itu karena ingin segera meraup keuntungan. Misalnya ada nasabah yang mengagunkan rumah untuk modal usaha menunggak kredit Rp600 juta, kemudian pihak bank melelang asetnya tersebut jauh di bawah harga pasar.

“Biasanya begitu. Nilai aset Rp5 miliar, tapi dilelang Rp2 miliar. Sementara nasabah yang mengagunkan rumah itu punya hutang tertunggak Rp800 juta. Di situ peran mafia, dia beli seharga penawaran. Jadi pihak bank diuntungkan. Kita akan evaluasi sistem mereka ini,” tegasnya.

Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya oleh beberapa media, para nasabah bank yang sedang mengalami kesulitan membayar kreditnya (menunggak), menyampaikan keberatan kepada pihak bank karena melelang aset mereka dengan harga yang tidak pantas. Bahkan beberapa di antaranya mengajukan gugatan perlawanan ke Pengadilan Negeri (PN).

Dalam proses lelang tersebut, disebut-sebut pihak pemenang lelang membayar sedikit lebih besar dari harga lelang, namun yang disetor ke kas negara adalah sebagaimana yang tercantum pada harga lelang. Sedangkan pengeluaran yang lain untuk memuluskan proses dan memenangkan lelang itu. Di situlah dicurigai adanya kecurangan dan persekongkolan antara pemenang lelang dengan oknum-oknum yang berwenang dalam proses lelang aset nasabah tersebut.