JAKARTA - Karut marut tata kelola musik di Indonesia diharapkan dapat diatasi dengan ketersediaan regulasi yang komprehensif. Rencana penyusunan Omnibus Law diharapkan dapat menyasar di sektor musik. Musisi dan pegiat ekonomi kreatif Anang Hermansyah mengatakan persoalan tata kelola musik yang terkait dengan sejumlah sektor seperti hak cipta, ketenagakerjaan, pajak dan lain-lain diharapkan diatasi dengan keberadaan legislasi yang berkarakter Omnibus Law.

"Saya kira momentum yang tepat saat ini persoalan tata kelola musik di Indonesia dan berbagai turunannya dapat diakomodasi dalam instrumen legislasi Omnibus Law," ujar Anang di Jakarta, Selasa (19/11/2019).

Menurut Anang, persoalan musik memiliki irisan dengan banyak aturan lainnya. Ia berpendapat persoalan tata kelola musik tepat jika ditempatkan dalam produk legislasi yang berkarakter "sapu jagad" tersebut. "Saya kira tepat jika persoalan tata kelola musik diakomodasi melalui Omnibus Law," tegas Anang.

Anggota Komisi X DPR RI periode 2014-2019 ini menegaskan dibutuhkan langkah nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kinerja sektor musik yang merupakan salah satu bagian sub sektor dalam industri kreatif di Indonesia.

Menurut dia, capaian Produk Domestik Bruto (PDB) sektor musik dalam lima tahun terakhir ini belum menggembirakan. "Kontribusi PDB sektor musik tak sampai 1% atau hanya 0,48%. Harus ada upaya nyata dengan menyediakan produk legislasi yang kokoh bagi industri musik," tambah Anang.

Dia berharap pemerintah dan DPR dapat memanfaatkan momentum terkait dengan ikhtiar mendorong lahirnya legislasi yang berkarakter Omnibus Law dengan memasukkan persoalan musik dalam agenda tersebut.

"Harapannya, DPR dan Pemerintah dapat mengambil langkah nyata dengan memasukkan persoalan musik dalam daftar legislasi yang berkategori Omnibus Law," harap Anang. ***