MEDAN-Terkait peristiwa bom bunuh diri di Mako Polrestabes Medan, pada Rabu (13/11) lalu tentunya cukup meresahkan masyarakat. Akibat peristiwa ini sebanyak enam orang mengalami luka-luka, empat orang diantaranya adalah petugas Polrestabes, satu orang pekerja harian lepas (PHL) dan satu orang warga sipil.

Menanggapi peristiwa ini, terutama pada pelaku bom bunuh diri yang bernama Rabbial Muslim Nasution alias Dedek. Menurut Dokter spesialis kejiwaan sekaligus Ketua Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Dr dr Elmeida Effendy MKed KJ SpKJ (K) mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat seseorang sampai nekat atau dengan mudahnya terdoktrin untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Salah satunya adalah karena masalah psikologi.

"Terutama bagi mereka yang sudah tidak memiliki tujuan hidup lagi di dunia, yang selalu merasa kesunyian di tengah keramaian, merasa sendiri dan tidak memiliki siapa-siapa, serta mengalami depresi atau gangguan jiwa lainnya akan lebih rentan untuk disugesti," katanya, Senin (18/11).

Selain itu, Elmeida menjelaskan, faktor keterbatasan intelegensi juga akan sangat berpengaruh bagi doktrin atau sugesti tersebut dilakukan. Biasanya tutur dia, orang yang seperti ini akan menganut paham aneh, sehingga menganggap aksi bom bunuh diri termasuk perbuatan jihad, dan jika terluka atau mati akan dijanjikan surga.

"Alhasil mereka akan melakukan apa pun yang disuruh orang lain, meskipun hal itu berbahaya dan kurang masuk akal," jelasnya.

Untuk itu, Elmeida mengimbau bagi siapa saja yang memiliki anggota keluarga dengan masalah-masalah tersebut agar senantiasa menjaganya. Selain itu, jalin komunikasi yang lebih terbuka, supaya dapat mencegah hal yang tidak diinginkan itu sampai terjadi.

Namun jika hal ini justru terjadi dengan diri sendiri, Elmeida mengatakan, agar jangan pernah mudah mempercayai ajakan orang lain untuk berbuat sesuatu yang ada di luar koridor hukum dan kebenaran. Disamping itu berbicaralah terlebih dahulu dengan orang atau keluarga terdekat sebelum memutuskan sesuatu.

"Carilah teman-teman yang baik dan mau membantu memilah apa yang kita anggap pantas maupun tidak. Teman-teman yang selalu bersedia diganggu untuk ditanyakan pendapat, berdiskusi dan membahas berbagai hal," jelasnya.

Lebih lanjut, Elmeida menyebutkan, sebisa mungkin juga hindarilah kebiasaan untuk melamun dan terlihat kosong yakni dengan cara selalu menjaga konsentrasi. "Misalnya dengan senantiasa berdoa dan berzikir bila memiliki masalah atau dalam menentukan suatu keputusan terbaik," pungkasnya.*