BALI - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menjelaskan soal wacana Sertifikasi Layak Nikah untuk meluruskan interpretasi yang Ia sebut; 'semaunya'.

Di Unisa Yogyakarta, Sabtu (16/11/2019), mantan Mendikbud itu menyatakan, apa yang dimaksud tentang sertifikasi tersebut merupakan program pembekalan pra nikah yang di akhir programnya, peserta akan memperoleh sertifikat.

“Jangan dibayangkan itu sulit, juga bukan sertifikasi seperti yang dibayangkan orang. Lha, kalau kita ikut penataran kan juga dapat sertifikat kan, gitu lho maksudnya," kata Muhadjir.

Muhadjir menjelaskan, program yang rencananya akan mulai diterapkan tahun 2020 itu akan diupayakan fleksibel bagi calon pengantin, termasuk dengan opsi teknis pelaksanaan yang tersedia online maupun offline.

“Misalnya dua tahun sebelum nikah juga boleh sudah ngambil itu (pembekalan pra nikah). Jadi kemudian juga boleh pilih, misalnya sudah dokter, ya nggak perlu ngambil modul yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kan," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Jazilul Fawaid menilai program tersebut bukan hal yang urgen saat ini. Menurutnya, sertifikasi guru lebih penting dari sertifikasi nikah.

"Orang sertifikasi guru saja tidak bisa, sekarang sertifikasi layak kawin, menambah nambah kerjaan saja," ujar politisi PKB itu di Bali, Minggu (17/11/2019).

Jazilul menilai sertifikasi layak nikah, hanya akan menambah pekerjaan dan menyedot anggaran. Meskipun, pada prinsipnya Ia setuju jika calon pengantin mesti diberi pendampingan untuk persiapan menghadapi bahtera rumah tangga.

"Tapi kalau sertifikasi, itu nanti prakteknyakan lebih sulit untuk dilaksanakan. Karena membutuhkan anggaran macam-macam. Saya pikir bukan sesuatu yang mendesak," pungkasnya.***