JAKARTA - Mantan Ketua DPR RI yang menutup masa baktinya pada 2019, Bambang Soesatyo, berkomentar soal wacana mengembalikan Pemilihan Kepala Daerah ke DPRD atau menjadikan Pilkada tak lagi digelar secara langsung.

Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, mengisahkan bahwa telah banyak temuan-temuan selama dirinya memimpin DPR periode lalu, berupa "pembelahan, gesekan di akar rumput yang sangat mengkhawatirkan, plus politik uang, transaksional, an itu mendorong tumbuh suburnya korupsi di kalangan pejabat,".

"Kita tidak bisa mengharapkan hal yang luar biasa bagi kepala daerah, bupati, wali kota, gubernur kalau untuk biaya mereka maju dan menang dibutuhkan biaya puluhan bahkan ratusan miliar rupiah," kata Bamsoet yang kini menjabat Ketua MPR RI, kepada wartawan di Nusantara V, Kompleks MPR RI, Jakarta, Senin, 11 November 2019.

Dalam posisinya sebagai Ketua DPR saat itu, kata Bamsoet, "kita mendorong untuk mengaji-tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju,".

"Apapun argumentasinya, seluruh rakyat Indonesia sudah merasakan sendiri apakah lebih banyak manfaatnya, atau mudhorotnya Pemilu secara langsung," pungkas Bamsoet.

Seebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan sistem pilkada langsung. Dia menilai sistem pemilu itu menimbulkan dampak negatif, yakni biaya politik yang tinggi.

"Kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem politik pemilu pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya partisipan demokrasi meningkat. Tapi juga kita lihat mudaratnya ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," ujar Tito di kompleks parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2019) lalu.

Tito menyebut pembiayaan politik yang tinggi itu berpotensi memunculkan peluang korupsi. Sebab, menurutnya, untuk menjadi kepala daerah atau wali kota dibutuhkan uang yang tidak sedikit.

"Kalau saya, sebagai mantan Kapolri, ada OTT penangkapan kepala daerah itu bukan suatu kejutan buat saya. Kenapa? Mungkin hampir semua kepala daerah berpotensi melakukan tindak pidana korupsi," katanya.***