TOBASA - Di tengah-tengah gempuran berbagai jenis permainan impor untuk anak di Indonesia, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengajak masyarakat Indonesia dan secara khusus para orangtua di Kabupaten Toba Samosir untuk mengenalkan dan mengajarkan kembali permainan tradisionil kepada anak-anak.

Menurut Arist, permainan anak tradisionil sangat penting bagi anak-anak Indonesia. Di mana, hal tersebut memberikan kesempatan pengembangan diri seperti mengembangkan bakat, minat, masing masing anak setiap usia.

"Dengan hal tersebut, para orangtua memberi waktu luang bagi anak untuk pengembangan kepribadian anak dengan berbasis budaya daerah masing masing," jelas Arist, Sabtu (19/10/2019).

Dengan memberikan, mengenalkan dan mengajarkan permainan anak tradisionil, Arist meyakini, hal itu sebagai salah cara untuk mengurangi kecanduan anak terhadap Gawai. Sebab, berdasarkan survei 2018, hampir 2,1 juta anak saat ini kecanduan gawai dan game online.

"Permainan tradisional bagi anak sangat diyakini mampu mengajarkan anak untuk saling kerjasama dalam berbagai hal, serta untuk mengajarkan anak untuk saling menghormati dan solider di antara sesama anak-anak," ungkapnya.

"Kita menyambut baik sebagaiamana ajakan Bunda Paud Lampung Riana Sari Arrinal yang mencanangkan dan mendeklarasikan untuk kembali mengenalkan dan mengajarkan kepada anak akan permainan tradisional berbasis budaya lokal yang sudah mulai ditinggalkan anak-anak di masa sekarang," bilangnya.

Arist menambahkan, pelestarian permainan tradisional anak berbasis budaya lokal ini, patut mendapat dukungan oleh semua komponen masyarakat, khususnya pemerintah di tengah-tengah kepungan permainaman Impor "modern" akan permainan tradisional.

"Hal tersebut sebagai upaya untuk membuat anak bisa terhindar dan melupakan gadget, games online, yang telah menjadi candu di kalangan anak-anak di Indonesia," yakinnya.

"Dengan permainan modern yang sangat canggih canggih saat ini, kita sangatlah dikejutkan dengan informasi dari Rumah Sakit Jiwa Cisarua Jawa Barat yang melaporkan telah datang 209 anak usia 5-15 tahun dalam kondisi menderita gangguan mental dan jiwa akibat kencanduan gawai, dan game online," tambahnya.

Akibat dari permaianan impor yang disebut "Modern", telah banyak menelan korban dari kalangan anak-anak pada khususnya.

"Saat ini ditemukan anak anak banyak yang mengalami gangguan mental dan kejiwaan, kerusakan mata, sakau, jika tidak memainkan gawai. Tidak hanya di situ saja, anak anak juga mengalami penurunan nilai akademik, anti dan kehilangan orientasi terhadap lingkungan sosial, cemas jika internet dan listrik mati dan bahkan percobaan bunuh diri," jelas Arist.

Keadaan ini, lanjut dia, diperparah dengan para orangtua yang juga sibuk, bahkan tergantung pula pada handphone, sehingga melupakan tugas dan tanggungjawabnya untuk mendidik dan mendampingi anaknya.

"Tidak jarang dan lebih sering anak dibiarkan asyik sendiri dengan gadget dan game onlinenya tanpa kendali, yang penting anak tidak mengganggu keasyikan orangtua," ujarnya miris.

Arist menjelaskan, Pencanangan Pelestarian Permainan Trasional Anak berbasis budaya dengan mengangkat tema #SAVE OUR TRADITIONAL GAME", telah digagas Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lampung bersama Bunda Paud Lampung.

"Dan atas dukungan Komnas Perlindungan Anak, diharapkan akan terus berkembang dan dikembangkan serta dikenalkan dan akan disosialisasikan ke sekolah-sekolah, mulai dari tingkat Paud, SD dan SMP dan di komunitas-komunitas anak di berbagai kabupaten/kota dan provinsi di seluruh NKRI," terangnya.

Untuk itu, Arist berharap kesediaan dan perhatian para kepala daerah seperti Bupati/Walikota dan Gubernur untuk lebih serius mendukung dan mengembalikan serta mengenalkan keberadaan permainan tradisional anak yang sudah mulai punah dan ditinggalkan.

"Untuk hal ini sangatlah patut diberikan apresiasi," harap Arist.