MEDAN - Pertemuan kesekian kalinya antara Prabowo Subianto dengan Jokowi menyisakan spekulasi publik. Bahkan bukan tak mungkin konstituen bakal meninggalkan, terutama dari kubu pendukung Partai Gerindra. Wartawan mewawancarai seorang pengamat sosial politik Nirwansyah Putra MA, Sabtu (12/10/2019) di Medan. Kepada wartawan, Dosen UMSU itu mengatakan pertemuan masih belum menghasilkan apapun.

"Pertama itu kan belum pasti, karena pertemuan semalam Prabowo menekankan kata 'bila diperlukan'. Artinya segala sesuatu masih terus dinamis," kata Nirwansyah.

Bilapun Gerindra masuk kabinet Jokowi nantinya, Nirwansyah menafsirkan dua sisi, kerugian dan keuntungan.

Keuntungan karena secara kepartaian Gerindra akan masuk kabinet, sesuatu yang belum pernah terjadi bagi Partai Grindra secara resmi sejak didirikan.

"Apalagi kalau posisi kementerian strategis. Apapun pendapat orang, itu semua sifatnya masih tafsir spekulasi dari pertemuan Prabowo-Jokowi," ujar Nirwansyah.

Kerugian, karena memang ada penolakan konstituen yang selama ini mendukung dan memilih Partai Gerindra.

"Secara internal partai sebenarnya tidak bermasalah besar tapi bagi konstituen memang bakal ada masalah penolakan. Tapi itu tidak signifikan dan tidak lama karena masa jabatan kabinet 5 tahun membuat semuanya bisa terjadi, menolak jadi mendukung. Jadi tergantung kinerja Gerindra yang ada di kabinet," ujar Nirwansyah.

Pertemuan Prabowo-Jokowi yang lebih dari sekali, serta ada pertemuan AHY Demokrat-Jokowi, membuat sebagian publik menilai bahwa Parpol masih belum mencontohkan pendidikan politik yang elegan. Ada pula yang menilai wibawa Prabowo runtuh di masyarakat khususnya pendukungnya.

Menyikapi itu, Nirwansyah mengatakan secara umum, de jure, pendukung 02 dalam Pilpres sudah tidak ada lagi karena pilpres sudah selesai. Semua balik ke parpol masing-masing termasuk konstituennya.

"Jadi tergantung putusan parpol masing-masing, apakah di luar atau di dalam. Sedangkan pendukung yang tidak berbasis parpol sebagian besar sudah kembali ke aktivitas sehari-hari. Tapi bila dilakukan survey di masa-masa kini, jelas saja kepercayaan publik terhadap Prabowo bakal menurun," ujar Nirwansyah.

Apakah ini juga menguatkan ketidakpercayaan publik terhadap Parpol?

Menurut Nirwansyah, pandangan itu sudah dari dulu, tapi partisipasi pemilih parpol tetap saja tinggi.

"Sama seperti DPR juga tidak populer dan tidak dipercaya juga yang diisi orang-orang parpol. Parpol paham benar mengatasi ketidakpercayaan publik pada dirinya," ujar Nirwansyah.

Nirwansyah juga menyinggung kaitan ini dengan Pilkada 2020. Dia menilai ada dampak terhadap dua kubu Prabowo dan Jokowi.

"Karena waktunya berdekatan (pilpres dan pilkada), ada pengaruh tapi tidak besar. Pilkada pekerjaan politik, jadi orang parpol paham benar membuat isu politik. Pengusung calon independen boleh jadi punya momen saat ini," kata Nirwansyah.

Menurut Nirwansyah, calon non partai yang akan berlaga di Pilkada harus berlomba dengan waktu.

"Tapi isu distrust (ketidakpercayaan) terhadap parpol kurang kuat di Pilkada karena parpol pasti mencari kandidat yang populer di masyarakat dan bisa menang dengan dukungan modal politik, jaringan dan uang," tukas Nirwansyah.