JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan Pimpinan MPR periode 2019 – 2024 akan menindaklanjuti rekomendasi MPR periode 2014 -2019 melalui proses dan tahapan-tahapan yang jelas dan terukur, transparan dan melibatkan partisipasi publik secara luas. Untuk itu MPR membuka ruang seluas-luasnya dan menyerap seluruh aspirasi yang ada dan berkembang di masyarakat. "Pimpinan MPR akan segera membentuk susunan pimpinan dan anggota Badan Pengkajian MPR yang telah disahkan pada Sidang Paripurna 3 Oktober lalu. Pimpinan MPR akan menugaskan Badan Pengkajian MPR untuk menyamakan persepsi di antara fraksi-fraksi yang ada dan kelompok DPD di MPR terhadap wacana amendemen terbatas UUD NRI Tahun 1945 dan melakukan pengkajian secermat mungkin," kata Bamsoet usai rapat perdana Pimpinan MPR di Gedung Nusantara III, Lantai 9, Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Rapat perdana Pimpinan MPR ini dipimpin Bamsoet dan diikuti semua wakil ketua MPR, yaitu Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Lestari Moerdijat, Hidayat Nur Wahid, Zulkifli Hasan, Arsul Sani, dan Fadel Muhammad. Rapim MPR membahas tiga agenda besar. Pertama, soal pembagian tugas di antara Pimpinan MPR. Kedua, persamaan persepsi terhadap rekomendasi atas amendemen dari MPR periode lalu. Ketiga, jadwal pelantikan presiden.

Terkait dengan amendemen terbatas dengan menghadirkan kembali GBHN sebagaimana rekomendasi MPR periode 2014 – 2019, Bamsoet menyampaikan putusan Rapat Pimpinan MPR. “Kami sepakat akan membuka ruang sebesar-besarnya bagi berbagai aspirasi masyarakat. Kami sadar betul keputusan apapun yang kami lakukan akan berdampak dan berimplikasi luar biasa bagi perjalanan bangsa ini ke depan. Sehingga kami harus cermat dan harus menyerap seluruh aspirasi yang ada dan berkembang di masyarakat,” katanya.

“Jadi dengan demikian saya ingin mengatakan bahwa kami masih membuka diri kepada seluruh masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya terkait rekomendasi MPR pada periode lalu,” sambungnya.

Menurut Bamsoet, Pimpinan MPR akan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 tentang usul perubahan pasal-pasal UUD. “Jadi tidak terlalu tepat kalau kita seolah-olah digambarkan mengambil keputusan soal amandemen. Kita belum mengambil keputusan soal amandemen. Sebab, kita secepat mungkin menimba dan menggali aspirasi dari masyarakat dan publik. Itu yang disampaikan terkait dengan rekomendasi MPR periode lalu. Kebetulan Pimpinan MPR periode lalu ada, Pak Hidayat dan Zulkifli Hasan. Kita sepakat akan mengkaji dan mendalami lagi soal (amandemen) itu,” jelasnya.

Untuk agenda pembagian tugas di antara Pimpinan MPR, Rapim secara musyawarah mufakat memutuskan Pimpinan MPR yang menjadi koordinator bidang. Ada 10 koordinator bidang. “Dari 10 Pimpinan MPR ini, kita bagi dalam 10 bidang koordinator. Pertama, bidang koordinator umum. Saya sendiri, Ketua MPR, dengan tugas mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan wewenang MPR sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.


Kedua, Wakil Ketua MPR koordinator bidang sosialisasi Empat Pilar MPR, Dr Ahmad Basarah. Ketiga, Wakil Ketua MPR koordinator bidang penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah, Lestari Moerdijat. Keempat, Wakil Ketua MPR koordinator bidang pengkajian ketatanegaraan, Syarifuddin Hasan. Kelima, Wakil Ketua MPR koordinator bidang penganggaran, Prof Dr Fadel Muhammad

Keenam, Wakil Ketua MPR koordinator bidang komisi kajian ketatanegaraan, H. Ahmad Muzani. Ketujuh, Wakil Ketua MPR koordinator bidang persidangan MPR, Zulkifli Hasan
Kedelapan, Wakil Ketua MPR koordinator bidang hubungan antar lembaga negara, Jazilul Fawaid. Kesembilan, Wakil Ketua MPR koordinator bidang evaluasi pelaksanaan ketetapan MPR, Hidayat Nur Wahid. Kesepuluh, Wakil Ketua MPR koordinator bidang akuntabilitas kinerja MPR, Arsul Sani.***