DELISERDANG - Panitera Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Asmar Josen mengaku sita eksekusi yang dilakukan terhadap salah satu rumah di Komplek Cemara Hijau, sudah sesuai dengan SOP. Karena sebelumnya sudah diberikan pemberitahuan. Sedangkan juru sita Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Azhari Siregar sebelumnya mengatakan, pihaknya hanya membacakan sita eksekusi dan penetapan. Sedangkan untuk pemasangan spanduk, terserah pada pemohon eksekusi.

"Kita hanya melakukan sita eksekusi. Ya, kalau pemohon ingin memasangnya, dipasangnya. Hak dia kan, tugas kami hanya meletakkan sita eksekusi terhadap objek yang dilelang itu," ujarnya, Kamis (3/10/2019).

Seperti yang diwartakan sebelumnya, pemilik rumah sekaligus nasabah di Perumahan Cemara Hijau, tepatnya di Blok R No. 2, mempertanyakan pemasangan spanduk bertuliskan sita eksekusi yang dipasang oleh pemenang lelang Bank Mandiri.

"Yang masang pemenang lelang, pihak pengadilan hanya melihat mereka memasang dan tadi membacakan putusan," ungkap So Tjan Peng, Rabu (2/10/2019).

Menurut pria yang akrab disapa Ho Peng, Panitera Pengadilan Negeri Lubuk Pakam datang ke rumah mereka sekira pukul 15.45.

"Ada delapan orang itu, dua mobil. Empat dari pihak pemenang lelang, termasuk Eli dan pengacaranya beserta temannya, empat lagi dari pihak pengadilan. Saya kebetulan waktu itu masih di luar dan sedang menuju rumah," akunya.

Saat tiba di rumah, dirinya melihat salah seorang panitera sedang menulis berita acara, sedangkan dari pemenang lelang memasang spanduk di pagar depan rumahnya.

"Pas saya datang, saya bilang sama panitera, kami tidak pernah mendapatkan surat pemberitahuan. Mereka mengaku sudah melayangkan, tapi kami belum ada menerima surat itu," bebernya.

"Tadi kata istri, panitera sempat bacakan putusan pengadilan. Setelah saya sampai, panitera bilang, kami hanya menjalankan tugas. Terus, kalau Bapak mau teken atau tidak, terserah bapak. Tapi surat itu tidak dikasih," jelasnya.

“Keberatan kita itu, pertama mereka datang tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan. Kemudian yang pasang spanduk ‘sita eksekusi’ dilakukan pemenang lelang, Eli dan pengacaranya, bukan pengadilan,” ujarnya.

Secara terpisah, konsultan hokum yang juga pengacara, Edi Kurnia menyebutkan dalam melakukan sita eksekusi seharusnya dilakukan pengadilan melalui juru sita.

“Harusnya, pengadilan melalui juru sita yang memasang sita eksekusi ini. Sementara pihak ketiga harusnya hanya menjadi saksi, dan semuanya juga harus lengkap identitasnya. Sedangkan pemenang lelang atau pengacaranya maupun pihak pengadilan, hanya untuk menunjukkan di mana lokasi sebetulnya lokasi yang akan disita eksekusi. Cuman untuk pemasangan tetap harus juru sitanya, walaupun ada pihak pengadilan. Karena pengadilan dan pemenang lelang hanya menjadi saksi,” ujarnya.

Untuk diketahui, hingga saat ini kasus sengketa kredit ini masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Terakhir, Senin (23/9) digelar sidang perdana dan di Pimpin Hakim Majelis Risa Sulastri didampingi hakim anggota Pinta Lili Br Tarigan dan Anggalanto B Manalu.

Dalam proses gugatan tersebut, pelawan So Tjan Peng dan terlawan yang dihadiri perwakilan masing-masing pihak terlawan; PT Bank Mandiri Kantor Cabang Imam Bonjol, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan Badan Pertanahan Deli Serdang
dianjurkan untuk melakukan mediasi untuk menyelesaikan sengketa tersebut.

Sedangkan turut terlawan II, Eli sebagai pemenang lelang tidak hadir. Dalam gugatannya, pelawan meminta Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk menunda atau membatalkan eksekusi karena pelaksanaan lelang yang dilakukan pada 20 September 2018 dianggap cacat hukum.

Apalagi dalam perjalannya, ada upaya membuka blokir aset di Badan Pertanahan Negara (BPN) Deliserdang yang diduga menggunakan dokumen palsu kemudian mengalihkan kepemilikan aset tersebut hingga menjadi milik pemenang lelang, Eli.

Kasus ini, juga meluas hingga ke Polres Deli Serdang. Ini setelah adanya dugaan penggunaan dokumen palsu untuk membuka blokir aset tersebut di Badan Pertanahan Negara (BPN) Deli Serdang.

Kasus ini bermula dari kredit macet yang menyebabkan rumah atas nama Linawati dilelang pada Mei 2018 silam. Enam bulan kemudian tepatnya, September aset tersebut dilelang oleh KPKNL. Aset rumah tersebut diperkirakan harga pasarannya mencapai sekira Rp 2 miliar. Namun melalui KPKNL pemenang lelang membelinya hanya sekira Rp 800 jutaan saja.