MEDAN-Sidang pemeriksaan pendahuluan terkait dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) sebagai terlapor I terkait kemitraannya dengan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (PT TPI) sebagai terlapor II digelar pada Selasa (25/9/2019), di KPPU.

Seperti diketahui, KPPU sebelumnya telah lama membidik Grab dan PT TPI lantaran dianggap telah melakukan pelanggaran persaingan akibat memprioritaskan mitra pengemudi yang tergabung dalam PT TPI untuk mendapatkan penumpang dibandingkan dengan mitra lainnya.

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) perkara nomor 13/KPPU-I/2019 yang dibacakan investigator, ada tiga pasal yang diduga dilanggar oleh Grab dan PT TPI, yakni Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal dan Pasal 19 huruf (d) terkait perlakuan diskriminatif dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Investigator KPPU Dewi Sita dalam agenda pembacaan LDP menyebut PT TPI yang diketahui merupakan pelaku usaha penyedia jasa angkutan sewa khusus atau disebut juga sebagai pelaku usaha mikro/kecil yang menyelenggarakan jasa angkutan sewa khusus. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT TPI bekerja sama dengan pengemudi (driver) yang merupakan pihak independen untuk mengoperasikan kendaraan roda empat yang disewa dari PT TPI.

Dalam menelaah pasar bersangkutan kedua terlapor, investigator menemukan adanya keterkaitan antar pasar produk PT TPI dengan Grab, di mana Grab sebagai penyedia aplikasi telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI yang menyewa mobil dari PT TPI. Dugaan itu diperkuat dengan adanya dugaan bahwa kedua perusahaan tersebut terafiliasi, mengingat adanya jabatan rangkap antar direktur dan komisaris di kedua perusahaan tersebut.

“Ada rangkap jabatan, walaupun di pasar persangkutan yang berbeda,” ujar Kabiro Humas dan Kerjasama KPPU Deswin Nur kepada media melalui keterangan tertulisnya, Jumat (27/9/2019).

Lebih lanjut, dia menjelaskan, Grab sebagai perusahaan penyedia aplikasi dengan PT TPI merupakan perusahaan angkutan sewa yang saling terkait walaupun pasar produknya berbeda. Untuk menyediakan layanan transportasi daring (online), imbuhnya, para mitra pengemudi harus tergabung dalam suatu koperasi atau badan usaha. Perlakuan Grab terhadap badan usaha TPI dan badan usaha non-TPI diduga diskriminatif, sehingga berakibat merugikan para mitra pengemudi yang bernaung di bawah badan usaha non-TPI.

“Dalam kasus ini, katanya, PT TPI memberikan program khusus, fasilitas khusus, pembiayaan sampai pada algoritma untuk prioritas pesanan, sehingga driver di bawah TPI lebih mudah mendapatkan jasa daripada non-TPI,” jelasnya.

Menurutnya, dikarenakan adanya pemenuhan target pembiayaan terkait komitmen dengan perusahaannya, mitra pengemudi yang bernaung di bawah PT TPI akhirnya diberi perlakuan khusus. Salah satu target yang dikejar mitra pengemudi PT TPI adalah terkait program kepemilikan mobil yang disewakan.

"PT TPI diduga mempunyai banyak fasilitas dengan mitra pengemudinya untuk menciptakan algoritma yang menguntungkan PT TPI. Karena TPI terafiliasi dengan Grab sehingga hal itu bisa saja dilakukan, itu yang coba teman-teman investigator buktikan di kasus ini,” katanya.

Di persidangan, investigator juga mengungkap fakta adanya kenaikan angka mitra terlapor II (PT TPI) di sejumlah wilayah. Terungkap fakta bahwa terjadi peningkatan yang signifikan antara tahun 2017 dan 2018.

Di Jabodetabek, misalnya, jumlah mitra pengemudi tahun 2017 tercatat kurang dari 16.000 tapi kemudian naik mendekati 24.000 mitra di 2018. Lalu di Makassar, jumlah mitra pengemudi TPI semula kurang dari 13.333 orang di tahun 2017 lalu mendekati angka 40.000 di tahun 2018. Sementara lonjakan tertinggi terjadi di Surabaya, dari hanya sekitar 3.000 mitra di tahun 2017 menjadi hampir 50.000 pengemudi di tahun 2018.

Sementara itu, selain di Indonesia, di negara asalnya, Malaysia, Komisi Persaingan Usaha Malaysia juga meningkatkan level investigasinya kepada Grab Holdings Inc atas dugaan monopoli. Praktik monopoli yang dilakukan Grab diduga mulai tercium sejak Grab mengakuisisi Uber, di mana sejak itu KPPU Malaysia menerima berbagai keluhan dari pelaku bisnis transportasi di negeri Jiran itu yang menuduh Grab telah melakukan praktik yang memicu persaingan tidak sehat.*