JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang segera disahkan DPR bakal mengatur juga mengenai ketentuan pidana bagi dukun santet. Ancaman pidana mengenai santet yang tertuang dalam Pasal 252 ini dinilai sulit dibuktikan. Dalam pasal itu disebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib, memberitahukan, memberi harapan, menawarkan, atau memberi bantuan jasa ke orang lain hingga menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik dapat dipidana tiga tahun penjara atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sesuai ketentuan, denda pidana dikategorikan menjadi empat yakni kategori I dan II, termasuk denda ringan dengan alternatif penjara di bawah satu tahun serta kategori III dan IV denda berat dengan alternatif penjara satu sampai tujuh tahun.

Jika orang itu melakukannya untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 masa hukuman.

Keberadaan pasal ini pun tak lepas dari kritik. Ahli hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, penerapan pasal santet ini akan sulit dibuktikan. Sesuai prinsip hukum pidana, suatu tindak pidana harus memenuhi unsur pembuktian.

"Pembuktiannya memang agak sulit, walau kalau menurut perumus UU pasal ini hanya berlaku untuk orang yang memang mengaku santet. Tapi yang mengaku ini kan juga harus dibuktikan," kata Hibnu, Rabu (18/9).

Hibnu menuturkan, perlu kehati-hatian dalam menerapkan pasal santet ini. Sebab bukan tidak mungkin penerapan pasal ini justru menimbulkan keresahan di masyarakat.

Alih-alih diatur dalam pasal khusus tentang santet, menurut Hibnu, perbuatan itu mestinya diatur dalam pasal penipuan.

"Santet ini harusnya masuk penipuan aja. Kan malah jelas. Kalau dipakai istilah ini yang ada menimbulkan kekacauan," ucapnya.***