MEDAN-Terkait lokasi lahan pengembangan Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba (BOPDT) atau sering disebut dengan Zona Otorita akhirnya kembali dilanjutkan setelah mendapat aksi protes dari sejumlah masyarakat yang berasal dari Desa Sigapiton di awal pengerjaan pada Kamis, 12 September 2019.

Pembangunan jalan yang rencananya sepanjang 1,9 km ini sudah dimulai kembali pada pada Senin (16/9/2019). Dikatakan Direktur Utara BOPDT, Arie Prasetyo bahwa ada tiga desa di Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut) yang berbatasan langsung dengan jalan ini. Salah satunya Desa Sigapiton tersebut.

Lalu ada dua desa yang tidak berbatasan langsung yakni Desa Parsaoran Sibisa, Desa Persik. “Tidak berbatasan langsung tetapi nanti akan kita dilibatkan dalam pengembangan ini. Jadi ada kebutuhan misalnya dalam tenaga kerja atau lainnya. Maka kami akan bermitra dengan kelima desa tersebut,” kata Arie pada wartawan di Kantor BPODT Jalan Pattimura Medan, Selasa (17/9/2019).

Dijelaskan Arie pihaknya telah menggelar pertemuan dengan warga membicarakan apa yang menjadi persoalan masyarakat. Dimana dalam pertemuan tersebut pihak BOPDT mendengarkan semua masukan dari masyarakat terkait pembangunan tersebut. Mereka juga menjelaskan bahwa pembangunan tersebut dilakukan pada areal yang diberikan oleh negara lewat berbagai peraturan terkait pelepasan lahan negara untuk dikelola dalam rangka pengembangan pariwisata Danau Toba selaku salah satu bagian dari Proyek Strategis Nasional.

Sejak awal menurut Arie, mereka memperoleh hak pengelolaan lahan (zona otorita) yang oleh Kementerian KLHK sudah dilepaskan dari kawasan hutan melalui SK No 579 tahun 2016, kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya peta pelepasan hutan sesuai Keputusan Menteri KLHK no 3917 tahun 2018. Kemudian dilanjutkan dengan proses penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) hingga keluarnya sertifikat hak pengelolaan lahan dari Kementerian ATR/BPN.

Dalam proses mulai dari awal hingga keluarnya sertifikat kata Arie, luas lahan yang dari awal direncanakan menjadi Zona Otorita berkurang jauh dari sekitar 602 ha menjadi 386,72 ha. Hal ini karena dalam kajiannya, terdapat beberapa luasan lahan yang harus dikeluarkan karena beberapa hal misalnya karena terdapat sumber mata air utama masyarakat. Kemudian karena adanya daerah yang rawan bencana jika dibangun sehingga dikeluarkan. Pada akhirnya luas kawasan yang menjadi Zona Otorita menjadi 386,72 hektar.

"Sertifikat lahan ini sudah kita terima dari kementerian ATR/BPN. Bukan hanya itu, kita juga sudah melakukan proses ganti rugi misalnya ada tanaman kopi atau tanaman buah lainnya milik mereka kita ganti nilai ekonomisnya. Atau seluruh kegiatan ekonomi masyarakat di atas lahan milik negara tersebut yang sesuai dengan perhitungan yang dilakukan oleh tim penilai independen,” terangnya.

Kembali pada persoalan jalan, BOPDT berharap pembangunan jalan yang pada tahap awal direncanakan sepanjang 1,9 kilometer dan lebar 18 meter tersebut dapat berjalan lancar. Mereka menargetkan pembangunan jalan tersebut akan selesai akhir bulan ini.*