JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan saat ini persepsi masyarakat terhadap pemberantasan korupsi masih kurang tepat. Masih banyak masyarakat yang melihat bahwa semakin banyak koruptor ditangkap, maka kinerja lembaga pemberantasan korupsi semakin baik. Padahal, JK menilai persepsi itu tak terlalu tepat. "Prestasi yang benar ialah makin kurang orang yang ditangkap, karena korupsi sudah berkurang. Itu prestasi," kata JK saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa, 10 September 2019.

Atas dasar itu, JK mengatakan KPK sebagai lembaga yang khusus menangani korupsi, perlu direvitalisasi. Ia mengatakan pemerintah menyepakati sebagian poin dari draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Selama 17 tahun berdiri, JK mengatakan KPK telah diberi kewenangan luar biasa untuk menindak pelaku korupsi. Ke depan, JK mengatakan pemerintah akan memberi batas khusus pada KPK, tanpa membatasi kewenangan mereka dalam mengatasi korupsi.

"Kita tidak mengurangi kewenangan (KPK) untuk masalah korupsi. Tetapi suatu kerangka yang mempunyai batas, yang juga ada hukumnya dan HAM-nya," kata JK.

Pilihan JK yang mendukung sebagian poin revisi UU KPK ini berbeda dengan pilihan dari sejumlah koalisi masyarakat. Mereka menilai langkah revisi yang dilakukan DPR hanya akan melemahkan KPK dan dilakukan secara diam-diam.

Penolakan juga muncul dari internal KPK sendiri. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan setidaknya ada sembilan poin perubahan yang berpotensi melumpuhkan kerja pemberantasan korupsi. Pertama, independensi KPK terancam; kedua, penyadapan dipersulit dan dibatasi; ketiga, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR; keempat, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi; kelima, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Keenam, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria; ketujuh, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas; kedelapan, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan; kesembilan, kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.***