JAKARTA - Mantan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FREng, atau BJ Habibie, telah meninggal dunia pada Rabu (11/9/2019). Habibie yang meninggal dunia pada usia 83 tahun telah dirawat secara intensif di RSPAD Gatot Subroto sejak 1 September 2019. Selain sebagai mantan presiden, Habibie juga berjasa besar dalam mewujudkan visi Indonesia untuk punya pesawat sendiri.

Visi dirgantara Indonesia Untuk membahas peran Habibie, maka kita harus memulainya dari orang yang layak disebut sebagai "tukang pesawat" pertama Indonesia. Adalah Nurtanio Pringgoadisuryo yang bersama Wiweko Soepono "mendaur ulang” dan merakit pesawat Zogling NWG (Nurtanio-Wiweko-Glider) pada 1947.

Selain Zogling NWG, Nurtanio juga menciptakan pesawat tempur NU-200 yang dijuluki Sikumbang pada 1953, Kunang-kungan dan Gelatik. Nurtanio inilah yang kemudian menjadi inspirasi simbol "N" pada nama produk-produk keluaran Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kini telah berganti nama jadi PT Dirgantara Indonesia (DI).

Selain Nurtanio, sejarah dirgantara Indonesia juga bertutur tentang kejadian tahun 1948, di mana masyarakat Aceh patungan dengan menyumbang dana setara harga 20 kilogram emas membeli pesawat Dakota RI-001 Seulawah untuk melawan Belanda.

Munculnya nama Habibie dalam sejarah dirgantara Indonesia tidak bisa dipisahkan dari visi Soekarno. Pada tahun 1950-an, Soekarno berpendapat bahwa Indonesia sebagai negara maritim harus menguasai teknologi pesawat dan kapal untuk menghubungkan ribuan pulaunya.

Melalui visi inilah, pemerintah Indonesia membagikan beasiswa ke putra-putri terbaik Indonesia untuk belajar ke luar negeri. Sayangnya, tidak semua bisa kembali ke Indonesia karena meletusnya peristiwa 30 September 1965.

Nah, salah satu yang mendapat beasiswa dan kembali ke Indonesia adalah Habibie yang berkuliah di Rhenish Wesfalische Tehnische Hochscule, Jerman, dan pernah bekerja di perusahaan penerbangan Jerman, Messerschmitt-Bölkow-Blohm. Lahirnya karya anak bangsa Habibie kembali ke Indonesia pada 1973 atas permintaan Soeharto, dan diberi mandat untuk mengembangkan industri di Indonesia.

Tugas pertamanya adalah menjadi CEO Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kini telah berganti nama jadi PT Dirgantara Indonesia (DI), sebelum pada 1978, diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi. Namun yang ingin dibuat oleh Habibie bukanlah sekadar pesawat, tetapi industri beserta ekosistem dirgantaranya.

Salah satu langkah terbesarnya adalah merancang dan memimpin pembuatan pesawat N250. N-250 Gatotkaca pertama kali diterbangkan di Bandung pada 10 Agustus 1995 dan menandai lahirnya karya anak bangsa.

Pasalnya, N-250 merupakan pesawat buatan pertama Indonesia. Sebagai yang tercanggih di kelasnya pada masanya, N-250 punya sejumlah keunggulan. Ia merupakan satu-satunya pesawat turbotrop di dunia yang menggunakan "fly by wire" dengan jam terbang 900 jam.

Pesawat ini juga mampu terbang tanpa mengalami oleng atau "Dutch Roll". Lalu kecepatan terbang Gatotkaca bisa mencapai maksimal 610 kilometer per jam, sednagkan kecepatan ekonomisnya 555 kilometer per jam yang merupakan tercepat di kelas turbotrop 50 penumpang.

Pesawat ini juga beroperasi pada ketinggian 7.620 meter dengan daya jelajah 1.480 kilometer. Pada 2013, seperti dilansir GoNews.co dari Kompas.com, Habibie menyampaikan bahwa momentum N-250 seharusnya sangat tepat untuk titik tolak kejayaan industri dirgantara Indonesia, andai proyek pesawat itu berjalan sesuai rencana.

Sayangnya, momentum itu kandas ketika krisis moneter 1997-1998 menghantam Indonesia. Soeharto menutup IPTN dan N-250 berakhir mangkrak. Setali tiga uang, kelanjutan perancangan dan pembuatan pesawat N-2130 juga pupus ketika pertanggungjawaban Habibie sebagai Presiden Indonesia ditolak MPR pada 20 Oktober 1999.

Harapan baru Habibie pada R80 Visi dirgantara Indonesia baru berlanjut pada 2017 dengan berhasilnya uji terbang pesawat N-219, sebuah pesawat kecil dengan kapasitas tak lebih dari 19 orang di dalam kabin. Melihat keberhasilan ini, Habibie pun menitipkan harapannya pada proyek pesawat R80.

Habibie pernah berkata bahwa bila hendak kembali berjaya di industri dirgantara, Indonesia harus membangun pesawat berkapasitas 80-90 orang. R80 ini mampu mengangkut 80-90 penumpang dengan kecepatan maksimal 611 kilometer per jam dan kecepatan ekonomis 537 kilometer per jam.

Sekali melesat, pesawat ini juga mampu menjangkau 1.480 kilometer. Jika sesuai rencana, R80 akan mengudara pada 2025 dan bersamanya, harapan Habibie akan kejayaan industri dirgantara Indonesia akan mengudara.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BJ Habibie Meninggal, Mengenang Visi Indonesia Punya Pesawat Sendiri"