TOBASA-Komnas Anak dengan Ketua Umum Arist Merdeka Sirait mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto Provinsi Jawa Timur yang menjatuhkan hukuman kebiri (kastrasi) kimia kepada Muhammad Bin Syukur pelaku kejahatan seksual terhadap 9 anak di Mojokerjo yang diperkuat dengan putusan Banding oleh Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.

Putusan kedua Pengadilan yang mengadili perkara Kejahatan Seksual terhadap 9 anak di Mojokerto menurut Arist layak mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya oleh semua pihak, khususnya dari para pegiat perlindungan anak di Indonesia, demikian Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menyampaikan sikap dan pujiannya kepada sejumlah media di Pasar Rebo Jakarta Minggu pagi (25/8/2019).

Dilansir dari laporan detik.com, Haris Bin Syukur merupakan predator seksual yang telah memperkosa 9 anak di bawah umur alias Pedofil di daerah Mojokerto yang sejak tahun 2015. Aksi bejat Pemuda tukang las berusia 20 tahun ini berakhir pada tanggal 26 Oktober 2018.

Hukuman kebiri kimia kepada tersangka Haris ini merupakan kali pertama yang digunakan dalam peradilan di Indonesia sejak pengesahan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 merupakan penetapan atas Perpu nomor 1 tahun 2016 mengenai perubahan kedua Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pada 9 November 2016.

Undang-Undang tersebut mengatur penambahan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual yakni Kebiri lewat suntik kimia atau dikenal dengan "kastrasi" dan beberapa diantaranya penjara seumur hidup, hukuman mati, kebiri kimia, pengungkapan identitas pelaku hingga pemasangan alat deteksi elektronik.

Dalam perkara ini Haris divonis karena melanggar pasal 76D junto pasal 81 ayat (2) UU Nomor : 01 tahun 2016 menjatuhkan pidana tambahan berupa kebiri kimia kepada terdakwa.

Lebih lanjut Arist menjelaskan, menurut penelusuran Komnas Perlindungan Anak, selain menerima hukuman kebiri kimia, PT Surabaya juga mengabulkan hukuman selain yang ditetapkan oleh PN Mojokerto yaitu pidana penjara 12 tahun dan denda 100.000.000 subsider enam bulan kurungan.

Penangkapan Haris tak lepas dari rekaman CCTV di salah satu perumahan di kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto.Haris melakukan aksi keji terakhir pada 25 Oktober 2018.

Lebih jauh Arist Merdeka Sirait menjelaskan kepada media, bahwa Putusan Hakim dengan menggunakan UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penerapan Perpu No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terhadap predator kejahatan seksual bukanlah baru pertama sekali di Indonesia.

Atas tututan Jaksa Kejari Sorong hukuman pidana mati terhadap kedua pelaku kejahatan seksual, Pengadilan Negeri (PN) Sorong di akhir 2018 pernah memutus hukuman pidana seumur hidup lebih rendah dari tuntutan Jaksa kepada dua orang predator kejahatan seksual yang dilakukan kepada seorang anak perempuan berusia 7 tahun di Sorong Papua Barat, dengan cara setelah pelaku melakukan perkosaan, untuk menghilangkan pelaku, korban dibenamkan di tepi laut yang dipenuhi dengan tanaman bakau.

"Dengan demikian demi tegaknya UU RI. Nomor 17 Tahun 216 dan menimbulkan efek jerah, atas putusan PN Mojokerto ini Komnas Perlindungan Anak segera mendesak agar hukuman kebiri segera dieksekusi. Tak perlu didebat dan dipermalakan lagi sebab setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan final wajib dilaksanakan," tambah Arist.*