JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Pengamat Politik, Refly Harun beranggapan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD RI Reydonnyzar Moenek sedang bimbang. Hal ini Ia ungkapkan saat dimintai tanggapan atas klarifikasi Sekretaris Jenderal DPD RI Reydonnyzar Moenek dalam konfrensi pers terkait polemik undangan GKR Hemas di Sidang Tahunan dan Sidang Bersama DPR-DPD.

"Saya melihatnya, Sekjen DPD ini sedang bimbang," ujar Refly saat dihubungi wartawan, Kamis (22/8/2019) di Jakarta.

Menurut Refly, kebimbangan Sekjen DPD ia duga karena ada dua hal, yakni soal posisi Ketua DPD yang masa jabatanya akan habis, dan kedua soal masuknya kembali Hemas yang terpilih kembali menjadi Senator asal Yogyakarta.

"Sekjen sedang bimbang, pertama kekuasaan OSO dua bulan lagi selesai, dan Hemas kan kembali terpilih. Kesanya lebih pada kebimbangan karena yang satu dua bulan lagi habis, yang satunya lagi akan kembali ke DPD," tegasnya.

Harusnya kata Refly, Sekjen DPD sebagai birokrat harus netral. "Iya itu tadi antara kebimbangan cantolan lama sama cantolan baru, ini pelajaran di birokrasi. Harusnya birokrat itu netral, tidak perlu konflik dengan siapapun, Dia harusnya menjalankan aturan saja," tandasnya.

"Jadi begini, logikanya, kalau Hemas sudah diberhentikan, tentu enggak diundang. Tapi masalahnya kan Hemas ini kontroversial, ini ada hubunganya juga dengan Pak Oso kan? Kalaupun Hemas tidak hadir, sebenarnya itu juga hak politiknya," pungkasnya.

Klarifikasi Sekjen DPD RI

Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPD RI Reydonnyzar Moenek, menjelaskan bahwa Sekretariat Jenderal DPD RI dalam mengeluarkan surat pencabutan undangan GKR Hemas pada acara Sidang Bersama DPR RI-DPD RI tanggal 16 Agustus 2019, dalam rangka menjalankan Tata Tertib DPD RI.

Menurut Donny, sapaan akrabnya, Berdasarkan Pasal 26 ayat (5) Peraturan DPD RI No 3 Tahun 2018 tentang Tata Tertib berbunyi "Apabila Presiden belum meresmikan pemberhentian Anggota setelah 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengikuti kegiatan DPD tanpa mengurangi hak administratifnya".

Donny menjelaskan, kronologis mengapa sampai terjadinya pencabutan surat undangan tersebut. "Bahwa ada lebih dari 3100 undangan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI dan Sidang Tahunan MPR RI yang diundang oleh Sekretariat Jenderal MPR RI dan Sekretariat Jenderal DPD RI. Daftar undangan sidang bersama dan sidang tahunan sama, karena pelaksanaannya berurutan," ujar Donny dalam Konfrensi Pers, Rabu (21/8/2019).

Terhadap undangan dimaksud, kata Donny, dikelompokan berdasarkan tata urut keprotokolan dan didistribusikan secara simultan kepada pihak-pihak terkait yang dimulai sejak tanggal 9 Agustus 2019.

"Sesuai protap terhadap undangan tersebut dilakukan penyisiran final oleh Sekretariat Jenderal DPD RI pada tanggal 15 Agustus 2019, dengan maksud untuk mendapatkan akurasi terhadap undangan yang sudah atau belum diundang," ujarnya.

Menurut Donny Sekjen DPD RI, dalam penyisiran dimaksud ternyata ditemukan bahwa GKR Hemas masuk dalam daftar undangan. Padahal, berdasarkan keputusan Badan Kehormatan DPD RI No 2 Tahun 2019 tanggal 22 Maret 2019 tentang Pemberhentian sebagai Anggota DPD RI, bahwa GKR Hemas, Anggota DPD RI Nomor B-53 dari Provinsi D.I. Yogyakarta telah diberhentikan.

Atas hal tersebut, maka Sekjen DPD RI mengambil langkah berkoordinasi dengan Sekjen MPR RI untuk meminta mencabut undangan pada Sidang Tahunan MPR RI atas nama GKR Hemas.

"Dengan demikian, tidak benar Sekretariat Jenderal DPD RI kecolongan dalam menyampaikan undangan dimaksud, tetapi yang benar adalah pencabutan undangan dimaksud sebagai tindakan koreksi yang bersifat administratif dan sebagai langkah profesional Sekretariat Jenderal DPD RI yang taat dan patuh pada aturan," jelasnya.***