JAKARTA - Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, bersama-sama Karo ops Kombes Dede Alamsyah, S.Ik dan Dirreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pasma Royce secara resmi dilaporkan ke Irwasum Polri, Komjen Polisi  Drs. Moechgiyarto, S.H, M.Hum di Mabes Polri Jakarta, Kamis (22/8/2019. Pelapor adalah Nurul Awaliyah Dirut dan pemilik PT. Bara Mega Quantum, yang didampingi  Eka Nurdianty Anwar, terkait perampasan tambang batu bara miliknya di Kab. Bengkulu Tengah Prov. Bengkulu.

Menurut Nurul Awaliyah, berdasarkan alat bukti  rekaman video, dokumentasi foto, dan keterangan saksi, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman telah bersikap tidak netral, berpihak, dengan memberikan bantuan pengamanan kepada salah satu pihak yang bersengketa yakni “Trio Bersaudara”, yaitu Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin, yang merebut secara melawan hukum tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum dari pemiliknya yang sah, yakni Nurul Awaliyah yang terletak di wilayah Kab. Bengkulu Tengah, Prov. Bengkulu.

“Pada tanggal  19 Agustus 2019, dengan menggunakan uang dan fasilitas milik negara, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman  memberi bantuan pengamanan, dengan menandatangani Surat Perintah Kapolda Bengkulu Nomor: Sprim/1389/VIII/PAM.3.3./2019, memobilisasi 280 personil polisi ke lokasi tambang milik PT. Bara Mega Quantum, untuk kepentingan “Trio Bersaudara”, yaitu Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin, dalam mengambil alih  lapangan tambang batu bara milik Nurul Awaliyah, secara melawan hukum” ujar Nurul dalam laporannya.

Kebijakan memobilisasi 280 personil polisi ke tambang batu bara  PT. Bara Mega Quantum miliknya, menurut Nurul Awaliyah, oleh Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, bersama-sama bawahannya, Karo ops Kombes Dede Alamsyah, S.Ik tersebut, dikualifsir sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang (Abuse of Power), karena telah menempatkan lembaga kepolisian RI sebagai backing salah satu pihak yang berperkara yaitu “Trio Bersaudara”, Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin.

Dugaan penyalahgunaan ini  didukung oleh fakta dimana terdapat 6 (enam) orang karyawan kelompok Trio Bersaudara ini, yang ikut bersama-sama berada dalam rombongan 280 personil polisi, yang turun ke tambang.

“Pada bagian lain, polisi telah bertindak diskriminatif, dengan menangkap 34 karyawan  yang tengah menjaga tambang di hutan, dengan mengerahkan 280 personil polisi. Hal ini sangat berlebihan. Orang-orang yang ditangkap itu tidak melakukan pelanggaran hukum dan menggangu ketentraman masyarakat. Polisi memakai dalih usang yang palsu yakni premanisme dan demi menjaga ketertiban. Premanisme itu ada di kota bukan di hutan. Karena preman itu memeras dan  memalak orang. Justru tindakan polisi yang memobilisasi 280 personil membackingi pihak swasta merebut tambang saya itu bentuk  premanisme” tukas Nurul lagi.

Dalam bagian lainnya, menurut Eka Nurdianty Anwar, Branch Manager PT. Bara Mega Quantum, sebelumnya Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, bersama-sama Dirreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pasma  Royce, diduga melakukan pembiaran terhadap penyidiknya dengan tidak melakukan pengawasan, atas terjadinya praktek kriminalisasi pada diri Nurul Awaliyah, pemilik PT. Bara Mega Quantum, atas pelaporan   Dinmar Najamudin di Dirkrimum Polda Bengkulu, sesuai Nomor Laporan Polisi: LP-B/218/2018/II/2018/Siaga SPKT III. Tanpa alat bukti yang sah menurut hukum, Nurul Awaliyah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Dirreskrimum Polda Bengkulu, dengan tujuan mempermudah pihak pelapor merebut tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum milik terlapor. Kini perkaranya tengah dieksaminasi oleh Plt Jampidum untuk dihentikan penuntutannya.

Pada sisi lain, Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Supratman, bersama-sama Dirreskrimum Polda Bengkulu, Kombes Pasma Royce, dinilai melakukan pembiaran yang secara langsung atau tidak langsung membuat tidak berjalannya penyidikan, atau menghalang-halangi penydikan perkara pidana yang dilaporkan pihak Nurul Awaliyah, sesuai Tanda Bukti Lapor  Nomor Pol: LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II, tanggal 26 Februari 2018, di Direktorat Dirkimum Polda Bengkulu, terhadap dugaan pidana yang dilakukan Dinmar Najamudin  dan kawan-kawan. Padahal terdapat rekomendasi hasil Gelar Perkara tanggal 6 Juni 2018 di Karo Wassidik Bareskrim yang menyatakan statusnya dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan.

"Dalam merebut tambang PT. Bara Mega Quantum dari pemiliknya yang sah, berdasarkan fakta yang terjadi sebagaimana yang diurai dalam isi laporan tahapan grand strategi yang direncanakan kelompok Trio Bersaudara, yakni Dinmar Najamudin, Agusrin Maryono Najamudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin, adalah (1.) Mementahkan pelaporan pidana yang dilakukan Nurul Awaliyah, (2.) Mencoba memenjarakan Nurul Awaliyah, dan (3.) Memasuki dan merebut tambang milik Nurul Awaliyah dengan bantuan Kapolda Bengkulu, Brigjen Supratman, dengan  Surat Perintah Kapolda Bengkulu Nomor: Sprim/1389/VIII/PAM.3.3./2019, sekaligus memobilisasi 280 personil polisi pada tanggal  19 Agustus 2019," demikian ujar Eka lagi.

Menurut Eka Nurdianty Anwar, S.Si.M.Pd.Si, pokok pangkal permasalahan tambang PT. Bara Mega Quantum, bermula ketika Kepala Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, Ir. H. Ahyan Endu, sebagai penyelenggara negara melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum, dengan modus mengakui surat palsu SK   NO. 267 tahun 2011, yang seolah-olah diterbitkan oleh Pemda Kab. Bengkulu Tengah untuk kepentingan pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan. Padahal selain tidak tercatat di Dirjen Minerba Kementerian ESDM, SK   NO. 267 tahun 2011 tersebut tidak pernah dikeluarkan oleh Pemda Kab. Bengkulu Tengah. Lalu  berdasarkan SK fiktif itu, Kadis ESDM memberikan legalitas kepada pihak yang tidak memiliki hak yakni Dinmar Najamudin dan kawan-kawan untuk menambang dan menjual batu bara mlik PT. Bara Mega Quantum di di Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.

Sejatinya, pemilik  atas 90% saham pada PT. Bara Mega Quantum, adalah Nurul Awaliyah, berdasarkan Akta Pernyataan Keputusan RUPS Luar Biasa Terbatas  PT. Bara Mega Quantum, yang termuat dalam Akta No. 12 tanggal 27 September  2010, dan Akte Nomor: 35, tertanggal 21 Februari 2011 yang dibuat dihadapan Mufti Nokhman, SH, Notaris di Kota Bengkulu. Dan mendapatkan legalitas untuk menambang, berdasarkan IUP Operasi Produksi Nomor: 339/tahun 2010, tanggal 01 Desember 2010, yang ditandatangani Drs. H. Asnawi A. Lamat, M.Si, selaku Bupati Bengkulu Tengah, perusahaan tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum adalah milik Nurul ALawiyah.

“Biar nanti penyidik KPK yang akan memeriksa terhadap kemungkinan adanya unsur pemberian suap dibalik keberanian Ir. H. Ahyan Endu melakukan perbuatan melawan hukum dengan melegalisasikan praktek illegal mining tersebut,” ujar Eka Nurdianty Anwar, S.Si.M.Pd.Si, lagi.
 
Apalagi menurut Eka, berdasarkan tindak lanjut rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi berupa hasil Berita Acara Rekonsiliasi tanggal 28 Juli 2016 Dinas ESDM Prov Bengkulu pada era dijabat oleh Hermsyah Burhan, pemiliki dan Dirut PT. Bara Mega Quantum yang diakui adalah Nurul Alawiyah. Dalam perkembangannya kemudian, setelah Kadis ESDM Prov. Bengkulu dijabat Ir. H. Ahyan Endu legalitas menambang dimanipulasi secara tanpa hak berubah menjadi nama Dinmar Najamudin, yang pada tanggal 13 Agustus 2011,  Mufti Nokhman, SH selaku notaris bersama-sama Yuan Rasugi Sang, SH dan Dinmar Najamudin melakukan dugaan tindak pidana Pemalsuan dan Memberikan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik, sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 KUHP dan 266 KUHP.

Hal itu berdasarkan alat bukti surat berupa Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011. Di dalam Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut diatas, yang diterbitkan oleh notaris Mufti Nokhman, SH, terdapat keterangan palsu yang dituangkan, seolah-olah telah terjadi peralihan dan pemberian hibah sebanyak 1800 (seribu delapan ratus) atau seluruh saham milik PT. Borneo Suktan Mining, yang ada pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi Sang, SH.

"Sudah barang tentu pembuatan Akte Nomor: 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011 tersebut, merupakan perbuatan melawan hukum perdata dan pidana, karena dibuat tanpa adanya kehendak, keinginan dan persetujuan kami Nurul Awaliyah sebagai pemilik saham yang sah," ujarnya.

Atas terjadinya dugaan tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama oleh Notaris Mufti Nokhman, SH, Yuan Sarugi Sang, SH dan Dinmar, Najamudin, Nurul Awaliyah pada tanggal 12 September 2011, melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri, berdasarkan Tanda Bukti Lapor Nomor: TBL/360/IX/2011/BARESKRIM, dan menggugat secara perdata melalui pengadilan negeri Bengkulu pada tanggal 12 Oktober 2011, dibawah Register Nomor: 23/Pdt.G/2011/PN.Bkl.

Namun di tengah-tengah pemeriksaan perkara pidana di Bareskrim Polri dan perkara perdata di pengadilan, pihak Dinmar Najamudin dan kawan-kawan meminta perdamaian.  Akhirnya pada tanggal 21 Juni 2013, Nurul Awaliyah, Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin sepakat dan setuju dengan itikad baik untuk mengakhiri perselisihan atau permasalahan hukum diantara para pihak secara pidana maupun perdata, dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian, sebagaimana bukti surat berupa Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh Jimmy Tanal, SH, M.Kn, Notaris pengganti dari Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn.

Berdasarkan Akte  Perjanjian Perdamaian tersebut, para pihak setuju dan bersedia untuk menghentikan perkara pengadilan yang masih berjalan dalam proses ke Mahkamah Agung dan Pencabutan Laporan Polisi di Bareskim Polri. Sesuai kesepakatan yang tertuang dalam isi Perjanjian Perdamaian, pihak Dinmar Najamudin setuju dan bersedia membayar, memberikan, atau mengembalikan uang sebesar Rp. 17.000.000.000,- (tujuh belas mikyar rupiah) kepada kami, Nurul Awaliyah, sebagai kompensasi atau uang pengganti yang telah kami keluarkan, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bahwa     Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) sudah dibayar pertanggal 26 Maret 2013, sisanya     Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) dibayar dengan syarat:  Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dibayarkan setelah ada bukti pencabutan Laporan Polisi di Bareskrim Polri, Rp. 4.500.000.000,- (empat milyar lima ratus juta rupiah) dibayar berupa batubara, dan Rp. 8.500.000.000,- (delapan milyar lima ratus juta rupiah) dibayar berdasarkan fee produksi.

Pada tanggal 28 Maret 2013, dalam rangka mematuhi Perjanjian Perdamaian, Nurul Awaliyah dengan penuh itkad baik membuat surat Pencabutan Laporan Polisi ke Dirtipidum Bareskrim Polri, terhadap LP No. TBL.360/IX/2011/BARESKRIM tertanggal 12 September 2011, sesuai surat Nomor: 011/BSH-1.0/IV/2013. Pada tanggal 16 Oktober 2013, Dirtipidum Barerkrim Polri, Brigjen Pol Drs. Herry Prastow, SH, M.Si menandatangani Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/20 B/Subdit-V/2013/Dirtipidum tentang Penghentian Penyidikan atas perkara pidana terkait  dengan keterangan palsu dalam akte otentik tentang hibah 1800 lembar saham PT. Borneo Suktan Mining pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi, SH, sesuai alat bukti surat berupa Akte Nomor 17 tanggal 13 Agustus 2011 dan  Akte Nomor: 27 tanggal 19 Agustus 2011, yang dibuat Notaris Mufti Nokhman, SH dan kawan-kawan.

Dalam pertimbangan diterbitkannya Penghentian Penyidikan atas perkara pidana murni  yakni pemberian keterangan palsu terkait  dengan hibah 1800 lembar saham PT. Borneo Suktan Mining pada PT. Bara Mega Quantum kepada Yuan Rasugi, SH, disebutkan karena "pelapor telah mencabut pengaduannya"

"Sementara itu berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara di Karo Wassidik Bareskrim Polri,  atas  LP No. TBL.360/IX/2011/BARESKRIM tertanggal 12 September 2011 tersebut, terhadap para terlapor, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan dinyatakan potential suspect  untuk ditetapkan sebagai tersangka, mengingat seluruh unsur pidana yang dipersangkan telah terpenuhi. Hal ini didukung oleh pendapat hukum Ekawaty Kristianingsih, SH, MH, seorang ahli yang sangat kredible  dari STIK yang menjadi salah seorang peserta gelar,” ujar Eka.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tanggal 22 September 2013 terdapat putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013, dengan amar putusan antara lain dinyatakan, “mengabulkan permohonan perdamaian dari Nurul Awaliyah, Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin”, serta “menghukum untuk mematuhi dan melaksanakan Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dalam Akta Perdamaian yang telah Disepakati Bersama, yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Jimmy Tanal, SH, SH, MKn notaris pengganti Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn pada tanggal 21 Juni 2013 di Jakarta”. Pada tanggal 7 Desember 2015 terdapat Penetapan Nomor: AM/23/Pdt.G/2011/PN.Bkl yang pada intinya diberikan tegoran/aanmaning kepada  Mufti Nokhman, SH, dan Dinmar Najamudin, agar melaksanakan sendiri putusan perkara Nomor: 23/Pdt.G/2011/PN.BKL jo putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013 jo Akte Perjanjian Perdamaian, sesuai Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Jimmya Tanal, SH, M.Kn, Notaris pengganti dari Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn di Jakarta, tanggal 21 Juni 2013.

Namun pada tanggal 21 Februari 2018, alih-alih melaksanakan isi Perjanjian Perdamaian sesuai Akte Nomor: 105, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn, selain ingkar janji dengan tidak melaksanakan kesepakatan, melakukan kembali pidana pemalsuan, Dinmar Najamudin dan kawan-kawan malah mengkriminalisasi Nurul Awaliyah, dengan membuat laporan polisi ke Polda Bengkulu, sesuai LP Nomor: LP-B/218/II/2018/Siaga SPKT III, memakai persangkaan palsu yakni penipuan dan penggelapan, yang ironisnya mendapatkan pebantuan dari oknum penyidik dan JPU Kejati Bengkulu. Persangkaan palsu  yang direkayasa oleh Dinmar Najamudin dalam laporannya, pada intinya Nurul Awaliyah dituduh melakukan penipuan dan penggelapan, terkait penerimaan uang sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), padahal uang mana merupakan pengejawantahan dari  kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Perdamaian, sesuai Akte Nomor: 105, halaman 12, yang diterbitkan oleh kantor Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, SH, M.Kn; yang telah mendapat penguatan dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1607 K/Pdt/2013.

"Berdasarkan fakta dan hukumnya, yang telah diuraikan di atas maka adalah sangat nyata kalau penetapan  Nurul Awaliyah sebagai tersangka adalah bertentangan hukum, tindakan yang semena-mena (obuse of power) dan kesesatan dalam menjalankan hukum acara pidana (misbruik van rect process) yang karenanya menjadi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta tidak ada bukti permulaan yang kuat," tukas Eka lagi.

Menurutnya Eka perbuatan melawan hukum pidana dalam upaya merampas dan menguasai tambang batu bara PT. Bara Mega Quantum milik Nurul Awaliyah oleh Dinmar Najamudin diulangi kembali, dan telah dilaporkan pula ke Polda Bengkulu, berdasarkan Tanda Bukti Lapor  Nomor Pol: LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II, tanggal 26 Februari 2018. Terhadap LP-B/231/II/2018/SIAGA SPKT II tersebut, berdasarkan Laporan Hasil Gelar Perkara tanggal 6 Juni 2018, peserta gelar merekomendasikan agar perkara ditingkatkan ke tahap penyidikan.

"Namun pemeriksaan di Dirkrimum Polda Bengkulu hingga hari ini jalan ditempat," ujarnya.***