JAKARTA - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo secara terbuka meminta izin untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan. Rencana ini, telah melewati kajian panjang yang dokumen-dokumen perencanaannya bisa didapat di Bapennas.

Meski pemerintahan Jokowi jilid II didukungan oleh koalisi gemuk (berdasarkan koalisi Pilpres 2019), langkah Jokowi untuk memindahkan Ibu Kota tak serta merta langsung disambut dukungan politik yang positif.

Suara-suara kontra masih muncul dari Gerindra dan PKS dengan berbagai kajian isu, termasuk potensi gangguan kedaulatan negara jika pembangunan Ibu Kota baru, didominasi oleh permodalan swasta.

Selain itu, ada juga isu lain yang mengiringi pemberitaan keinginan Jokowi untuk berkantor di Kalimantan. Jakarta yang hendak ditinggalkan, juga dikabarkan dalam bidikan pemekaran.

Pemekaran Jakarta sebagai wacana, setidaknya tergambar dari pernyataan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, saat menanggapi rencana adanya pembentukan Provinsi Bogor Raya.

“Kalau saya milih dari sisi bahasa, saya memilih bahasa Jakarta,” kata Idris kepada wartawan, Selasa(20/08/2019) kemarin.

Idris mengatakan, secara bahasa Depok hampir memiliki kesamaan bahasa dengan DKI Jakarta yakni rumpun Melayu Depok atau sering disebut 'betawi ora'.

“Tidak disebut betawi karena betawi sudah trademark dari Jakarta. Makanya Depok ini dalam Surat Keputusan Gubernur disebut sebagai rumpun Melayu Depok,” kata Idris.

Sebelumnya, wacana pembentukan Provinsi Bogor Raya dicetuskan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Bima mengajak wilayah-wilayah di pinggiran DKI Jakarta seperti Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Depok hingga Bekasi untuk masuk ke dalam Provinsi Bogor Raya.

Menanggapi ihwal wacana pemekaran-pemekaran tersebut, anggota Komisi II DPR RI, Yandri Susanto pada Rabu (21/08/2019) mengatakan, "sebagai wacana, ya wajar-wajar saja,".***