Prihatin. Kualitas udara Jakarta pada hari Minggu 11 Agustus 2019 tergolong tidak sehat. Seperti terpantau dalam laman AirVisual sekitar pukul 07.00 WIB, indeks kualitas udara atau Air Quality Index (AQI) Jakarta mencapai angka 171, yang berarti berada pada posisi level merah.

Dengan angka itu, Jakarta mempertahankan predikat sebagai kota "juara" dengan kualitas udara terburuk di dunia, disusul Hanoi, Vietnam.

Pada hari tersebut termasuk tiga hari kedepannya, Jakarta juga menjadi kota dengan kualitas terburuk disusul Tashkent, Uzbekistan dengan AQI 157 serta Lahore, Pakistan dengan AQI 155.

AirVisual menggunakan rentang angka AQI 0-500, di mana semakin tinggi angka AQI semakin tinggi pula tingkat polusi udaranya.

Terdapat enam kategori, masing-masing dengan AQI 0-50 baik, 51-100 sedang, 101-150 tidak sehat untuk kelompok rentan, 151-200 tidak sehat, 201-300 sangat tidak sehat, 301-500 berbahaya.

Indeks tersebut menggunakan indikator enam jenis polutan udara yaitu PM2.5, PM10, karbon monoksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan ozon tingkat dasar.

Picu Masalah Kesehatan

Jika selama ini polusi udara banyak terkait dengan masalah kesehatan pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), Asma, pnemumonia, dan kardiovaskular, ternyata beberapa penelitian lanjutan menemukan kondisi medis lain yang bisa terpicu karena kualitas udara buruk.

Berikut beberapa masalah kesehatan yang tidak terduga akibat polusi udara seperti Penulis kutip dari sejumlah sumber.

Risiko Kematian Anak

Laporan dari State of Global Air (SOGA) 2019 menyatakan bahwa polusi udara berisiko mengurangi harapan hidup anak hingga 20 bulan. Khususnya mereka yang hidup di wilayah dengan polusi tinggi.

Mereka menemukan, polusi udara menjadi penyebab kematian terbesar kelima di dunia. Lebih mematikan ketimbang alkohol, kekurangan gizi, serta narkoba.

“Bukti yang terus meningkat menunjukkan adanya hubungan antara paparan udara beracun dan berat badan bayi saat lahir, serta pengembangan paru-paru berkurang dan munculnya asma pada masa kanak-kanak,” kata Alastair Harper dari UNICEF UK.

Turunkan Kecerdasan Anak

Dalam sebuah penelitian yang dimuat di Journal of Intelectivity Disability Research menemukan, polusi udara bisa menghambat perkembangan kognitif.

Studi di Inggris tersebut menyatakan bahwa anak dengan disabilitas intelektual, 33 persen lebih mungkin untuk hidup di daerah dengan tingkat partikel solar yang tinggi. Sementara, 30 persen kemungkinan tinggal di daerah dengan tingkat nitrogen dioksida yang tinggi.

“Anak-anak ini 30 persen lebih mungkin untuk tinggal di daerah dengan tingkat karbon monoksida yang tinggi dan 17 persen lebih mungkin tinggal di daerah dengan tingkat sulfur dioksida yang tinggi,” tulis para peneliti dari Lancaster University, Inggris.

Kecerdasan Manusia Menurun

Sebuah penelitian yang dilakukan di Tiongkok dalam Proceedings of National Academy of Sciences melakukan tes bahasa dan aritmatika pada 20 ribu orang. Mereka menemukan, paparan kualitas udara buruk yang terlalu lama menyebabkan kemampuan kognitif lebih buruk seiring berjalannya usia.

“Kerusakan pada otak yang menua akibat polusi udara, kemungkinan membebani kesehatan dan biaya ekonomi yang besar. Mengingat bahwa fungsi kognitif sangat penting bagi para lansia untuk menjalankan tugas sehari-hari dan membuat keputusan- keputusan penting,” tulis para peneliti.

Selain itu, laporan tersebut juga mencatat polusi udara meningkatkan risiko penyakit degeneratif seperti Alzheimer dan demensia.

Percepat Kematian

Laporan SOGA 2019 menemukan pula bahwa polusi udara menyumbang 41 persen percepatan kematian global akibat penyakit paru obstruktif kronik, 20 persen diabetes tipe 2, 19 persen kanker paru-paru, dan 11 persen kematian akibat stroke.

Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan, efek gabungan dari polusi udara dan rumah tangga menyebabkan sekitar 7 juta kematian dini di seluruh planet setiap tahunnya. Sebagian besar akibat meningkatnya kematian karena stroke, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut.

Lebih Berbahaya dari Rokok

Studi dalam European Heart Journal 2019 juga menyatakan bahwa polusi udara lebih berbahaya ketimbang rokok.

“Merokok bisa dihindari tetapi polusi udara tidak,” kata penulis studi profesor Thomas Münzel dari Departemen Kardiologi University Medical Centre Mainz.

Signifikan dengan Diabetes

Meski belum diketahui kaitan langsung antara polusi udara dengan diabetes. Namun dalam penelitian yang diterbitkan di The Lancet Planetary Health 2018, peningkatan risiko penyakit tersebut terlihat signifikan.

“Penelitian kami menunjukkan hubungan yang signifikan antara polusi udara dan diabetes secara global,” kata penulis senior studi tersebut Dr. Ziyad Al-Aly, asisten profesor kedokteran di Universitas Washington, St. Louis, Amerika Serikat.

Para peneliti juga meyakini, polusi udara mengurangi produksi insulin, memicu peradangan, dan mencegah tubuh mampu mengubah gula darah menjadi energi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan.

Mudah Berhalusinasi

Sebuah penelitian dari King’s College London, Inggris menyatakan anak yang terpapar polusi udara 72 persen berisiko mengalami pengalaman psikotik.

Para ilmuwan mendapatkan hasil itu setelah menganalisis 2.062 remaja usia 18 tahun dan melihat tingkat pencemaran udara di sekitar tempat tinggalnya.

30 persen perserta dilaporkan memiliki paling tidak satu kali pengalaman psikosis semenjak usia 12 tahun. Salah satu masalah yang paling sering dialami adalah halusinasi. Beberapa partisipan mendengar suara-suara misterius, merasa sedang diikuti, atau diawasi. Angkanya bahkan lebih tinggi dengan tingkat polusi yang lebih tinggi.

Studi yang dipublikasikan di jurnal JAMA Psychiatry tersebut juga menyatakan bahwa partikel di polusi udara mengandung nitrogen oksida, nitrogen dioksida, serta partikel-partikel yang sangat kecil. Mereka yang terpapar nitrogen oksidan 72 persen lebih berisiko.

Akibat Emisi Karbon Kendaraan

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesdan mengatakan, buruknya kualitas udara di Jakarta diduga berasal dari emisi karbon kendaraan bermotor yang melintas di jalanan.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, polusi amat tinggi terjadi pada pagi hari terutama di ruas jalan tol. Untuk itu, Gubernur Anies Baswedan ingin seluruh kendaraan memenuhi standar emisi.

Polusi udara di Jakarta sudah mencapai level berbahaya karena mengandung senyawa Particulate Matte (PM) 2,5. Senyawa ini berukuran sangat kecil atau hanya 3 persen dari diameter rambut manusia.

PM 2,5 antara lain dihasilkan dari polusi asap mobil, truk, bus, dan kendaraan bermotor lain, termasuk hasil pembakaran kayu, minyak, batu bara, atau akibat kebakaran hutan dan lahan hingga cerobong asap industri.

Senyawa itu dapat mengancam kesehatan masyarakat, mulai dari infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), jantung, paru-paru, gangguan janin, kanker, hingga resiko kematian dini.

Perlu Kepedulian Semua Pihak

Berangkat dari kondisi udara yang buruk di ibukota Republik Indonesia Jakarta itu berikut dengan segala dampaknya, sudah selayaknya semua pihak termasuk Pertamina selaku penyuplai bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan bermotor peduli terhadap kondisi itu. Jika dibiarkan terus-menerus tidak hanya akan menambah kondisi buruk seiring terus meningkatnya jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar minyak, ke depan efeknya juga dapat mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Move On, langkah apa yang dapat dilakukan? Bila saran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar seluruh kendaraan bermotor memenuhi standar emisi. Berbeda dengan langkah PT Bandung Eco Sinergi Teknologi (PT BEST) selaku produsen pil organik Eco Racing. PT BEST mengajak masyarakat menggunakan pil Eco Racing sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) kendaraan bermotor sebagai bentuk gerakan sedekah udara bersih tanpa emisi karbon.

Penulis yakin bila seluruh pemilik kendaraan bermotor di DKI Jakarta dan sekitarnya melaksanakan gerakan sedekah udara bersih dengan menggunakan pil organik Eco Racing temuan Sarjana Institut Teknologi Bandung (ITB) Haji Febrian yang juga CEO PT BEST sebagai campuran BBM, diyakini kualitas udara DKI Jakarta yang buruk dapat disehatkan atau dinormalkan kembali.

Pasalnya, hasil uji laboratorium yang dilakukan PT BEST membuktikan, dengan mencampur pil organik Eco Racing ke dalam tangki BBM kendaraan bermotor dengan dosis tertentu mampu menghilangkan emisi karbon kendaraan bermotor hingga 100 persen.

Tidak hanya emisi karbon yang menjadi 0 persen, justru dengan menggunakan pil Eco Racing sebagai campuran BBM, performa mesin kendaraan menjadi lebih bertenaga, pembakaran BBM di ruang bakar mesin lebih sempurna, ruang bakar mesin menjadi bersih, sekaligus dapat menghilangkan kerak di tangki dan di ruang mesin.

Manfaat lanjutan dengan rutin menggunakan pil Eco Racing sebagai campuran BBM, mesin kendaraan menjadi awet alias tidak cepat rusak. Bahkan pemakaian BBM menjadi lebih hemat hingga mencapai 30 sampai 50 persen.

Pengalaman Penulis dengan mencampur 1 butir pil Eco Racing mobil bensin dengan 20 liter Pertalite, jarak Kota Medan dengan Kota Tebing Tinggi di Sumatera Utara sejauh 79,6 kilometer menggunakan Toyota Rush pergi dan pulang hanya menghabiskan 5 liter Pertalite. Sedangkan sebelum mencampur Pertalite dengan pil Eco Racing Toyota Rush menghabiskan 10 liter Pertalite. Berarti pemakaian 20 liter BBM Pertalite dengan mencampur 1 butir pil Eco Racing menghemat pemakaian Pertalite hingga 50 persen yaitu dari 10 liter menjadi 5 liter saja. Selama dalam perjalanan, tarikan mesin juga lebih bertenaga. Luar biasa, mantul (mantap betul).

Manfaat pemakaian pil organik Eco Racing produksi PT Bandung Eco Sinergi Teknologi (PT BEST) ini juga dirasakan keluarga dan teman-teman Penulis, baik untuk mesin kendaraan ber-BBM bensin maupun solar.

Harganya juga tidak terlalu mahal, 1 pil Eco Racing mobil bensin/solar hanya seharga Rp 25 ribu per butir atau Rp 20 ribu per butir jika member PT BEST. Sementara untuk sepeda motor dijual eceran Rp 5 ribu per butir dan jika member hanya Rp 4 ribu per butir. Pembelian dilakukan di Stokis-Stokis PT BEST yang tersebar di seluruh Kota besar yang ada di Indonesia.

Bila pemakaian pil Eco Racing mampu menghilangkan emisi karbon hasil pembakaran mesin kendaraan bermotor, maka selayaknya lah Pertamina bersama stakeholder bersinergi dengan PT BEST selaku produsen pil organik Eco Racing membuka gerai di setiap Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU) dengan sistem bagi hasil.

Dengan demikian, Pertamina dan PT BEST sama-sama untung dan masyarakat juga diuntungkan. Begitu pula dengan gerakan sedekah udara bersih PT BEST yang sejalan dengan program "Pertamina Sobat Bumi" dapat terlaksana dengan baik untuk bersama-sama "Move On" terhadap energi (BBM) yang dipakai di Indonesia lebih ramah lingkungan. Semoga....***