JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera memandang penting untuk segera ditempuh langkah-langkah penyempurnaan demokrasi dari demokrasi prosedural ke demokrasi substansial.

Termasuk, dengan cara merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu/Pilkada dan juga UU Parpol. Hal itu, disampaikan Mardani saat dijumpai wartawan di ruang kerjanya di Komplek Senayan, Jakarta, Senin (19/08/2019).

Kelemahan demokrasi prosedural yang tengah berjalan saat ini, disebut Mardani telah berujung pada konsolidasi demokrasi yang lemah, dan menelurkan wakil-wakil rakyat yang "belum tentu tepat".

"Dari 72 anggota DPR usia di bawah 40 tahun (hasil Pileg 2019, red), 36-nya itu punya hubungan dengan Bapak, Paman (yang juga menjabat jabatan publik, red)" kata Mardani.

Menangapi hal itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, tidak ada yang salah dengan pernyataan Mardani. "Kita memang masih sebatas menjalankan demokrasi prosedural saja melalui Pemilu,".

"Bahkan yang prosedural ini pun masih penuh dengan persoalan sehingga tak bisa menjamin keadilan dalam pelaksanaannya," kata Lucius dalam keterangan tertulis yang diterima GoNews.co, Selasa (20/08/2019).

Karena prosedural, jelas Lucius, maka praktek politik dinasti yang diduga menjadi pemicu korupsi juga tak menjadi persoalan besar. "Karena tak melanggar demokrasi prosedural itu,'.

"Substansi larangan politik dinasti tak bisa ditangkap sebagai sebuah kebutuhan mendesak yang harus diatasi bangsa agar bisa membangun pemerintahan yang bersih dan bermartabat,".

Saat ini partisipasi warga sebagai satu nilai utama demokrasi, kata Lucius, "juga terabaikan karena jalur kekuasaan disesakkan oleh garis kekerabatan yang membuat pemerintahan menjadi tertutup,".

Jadi, tegasnya, "kita masih punya misi membangun demokrasi yang substantif itu,". Politik warga harus mulai dibangun secara sistematis mulai dari lingkup yang paling kecil. "Karena demokrasi prosedural sifatnya top down, maka yang substantif harus didorong dari bawah,".***