JAKARTA-Memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2019 Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait Senin, (22/7/2019) via WA selulernya kepada Gosumut menyatakan, tidaklah berlebihan jika Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Anak) menyampaikan bahwa situasi anak Indonesia saat ini masih berada dan belum terlepas dari kondisi darurat Kekerasan.

Arist juga mengatakan, sejumlah fakta tersaji, jumlah kekerasan terhadap anak di tengah-tengah kehidupan masyarakat terus saja meningkat. 52-58% dari jumlah pengaduan yang diterima devisi pengaduan Komnas Perlindungan Anak didominasi kasus kekerasan seksual, selebihnya atau sekitar 48% adalah kasus-kasus kekerasan dalam bentuk lain seperti penantaran anak, perampasan hak hidup anak, penganiayaan, penculikan dan perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, perebutan anak, serta berbagai bentuk eksploitasi anak.

"Sungguh miris, data menunjukkan bahwa pelaku kejahatan seksual tersebut, 82% justru dilakukan oleh orang terdekat anak. Kemudian usia korban kejahatan seksual berusia di bawah 14 tahun dan di antara predator kejahatan seksual dewasa, ditemukan 16% dilakukan oleh usia anak baik secara perorangan maupun bersama-sama atau bergerombol (gengRAPE),"imbuhnya.

Ditegaskan Arist, data lain menunjukkan bahwa rumah dan lingkungan sekolah tidak lagi memberikan rasa nyaman dan jaminan atas perlindungan bagi anak.

"Kedua tempat ini justru menjadi tempat yang menakutkan bagi anak sebab predator atau monster kejahatan terhadap anak justru bersembunyi di dua tempat ini. Ayah kandung/tiri, Abang, Guru, Pengelola Sekolah maupun, keluarga terdekat anak, Tetangga, Teman Sebaya Anak, serta pengasuh anak justru orang-orang inilah yang menjadi pelakunya," tegasnya.

Disampaikan Arist, di era saat ini kasus kekerasan anak jumlahnya terus meningkat, dan pelakunya adalah orang terdekat korban, sebarannya pun merata di segala tempat. Banyak ditemukan pelaku kejahatan seksual terhadap anak di berbagai tempat khususnya di tingkat desa justru pelakunya berusia diantara 50 sampai dengan usia 72 tahun.

Meningkatnya kasus kejahatan seksual baik di desa maupun di kota ditemukan fakta dipicu oleh merajalelanya tayangan pornografi dan porno aksi, sertaperedaran Narkoba, Miras, dan Zat Adiktif lainnya.

Lebih lanjut dijelaskan Arist Merdeka Sirait, Parameter lain yang menunjukkan bahwa Indonesia darurat kekerasan adalah penegakan hukum untuk kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak ini juga masih sangat lemah.

Jika tidak bisa ditemukan minimal dua alat bukti, maka kasus kejahatan seksual tidak bisa dilanjutkan alias bebas. Tidak sedikit para pelaku kejahatan seksual terhadap anak diputus pengadilan bebas hanya karena tidak diperoleh dua alat bukti seperti saksi yang melihat walaupun nyata nyata anak telah menjadi korban.

Kejahatan anak dalam kasus prostitusi online yang melibatkan anak-anak juga terus meningkat dan sangat menakutkan.

Arist juga menuding bahwa, Rumah kos, apartemen dan tempat-tempat persinggahan/peristirahatan umum seperti hotel serta tempat hiburan anak tidak lagi aman bagi anak.

Ratusan ribu anak-anak saat ini sudah terjebak oleh praktek- praktek Eksploitasi seksual komersial. "Prostitusi yang disuguhkan melalui online juga menjadikan situasi yang menakutkan. Penculikan dan perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial melalui pemanfaatan media online pun juga terus terjadi di sekitar kita,"terang Harist.

Situasi lain yang menunjukkan bahwa anak saat ini terus menangis dan ingin memeluk ibu pertiwi. "Ditemukan anak Indonesia yang berada di tengah-tengah keluarga kita, sebut saja anak dan cucu kita telah tergantung dengan alat informasi handphone atau gejet. Untuk pemakaian yang tidak terkontrol lebih dari 1,5 jam sehari akan berdampak terganggunya kesehatan mental dan rusaknya mata anak akibat terkena radiasi cahaya handphone," tuding Arist.

Ditambahkannya, Kejadian lain yang memprihatinkan, menurut data Kemensos di Indonesia ditemukan 4,1 juta anak balita terlantar yang membutuhkan perhatian pemerintah.

Di era saat ini anak-anak yang jadi korban narkoba dan zat adiktif lainnya sudah dalam situasi sangat menakutkan bahkan tidak sedikit anak menjadi korban peredaran dan penjualan narkoba yang dilakukan oleh para cukong cukong narkoba.

Bahkan di saat ini ditemukan ratusan anak-anak yang terpapar virus HIV/AIDS yang terpapar dari salah satu maupun dari kedua orang tuanya yang menderita virus HIV/AIDS yang sebelumnya orang tua sianak adqlah korban dqn pengguna Narkoba atau Zat Adiktif lqinnya.persoalan ini juga menjadi ancaman besar bagi anak-anak di Indonesia.

"Untuk perlindungan anak sangatlah memerlukan perhatian khusus dari orang tua, keluarga dan masyarakat secara khusus dari Pemerintah. Karena tidak sedikit dalam lingkungan keluarga, anak-anak dilibatkan dalam berbagai aksi-aksi kekerasan dan kegiatan politik yang tidak ada pertalian dengan kepentingan diri sang anak. Bahkan sejumlah anak di lingkungan sosialnya juga banyak mendapatkan penanaman paham dan ajaran-ajaran radikalisme, ujaran-ujaran kebencian, persekusi dan kekerasan. Bisa dikatakan ketahanan keluarga saat ini sudah cenderung tergerus dan mulai pupus,"terangnya dengan nada miris.

Menurut Arist, timbulnya berbagai masalah yang dihadapi anak dikarenakan pola pengasuhan yang kurang tepat dan dalam lingkungan keluarga yang tidak lagi dialogis dan partisipatif, mengakibatkan keluarga tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi anak bahkan tidak lagi menjadi benteng dan atau garda terdepan untuk memberikan perlindungan bagi anak," terang Arist.

Ditambahkannya, Tidak sedikit pemenuhan hak anak terabaikan, akibatnya anak terjebak menjadi korban dan atau pelaku kejahatan. Keadaan ini disebabkan karena keluarga tidak lagi bisa menjadi benteng bagi anak untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

Lalu pertanyaannya, siapa lagi kah yang akan memberikan perlindungan atas masalah-masalah yang dihadapi anak-anak Indonesia dan jika keluarga sudah menjadi ancaman dan monster bagi anak-anak di sekitarnya? Pertanyaan kedua, siapa lagikah yang akan memberikan rasa nyaman bagi nya.

"Masih relevan kah kita menuntut peran keluarga untuk memberikan perlindungan anak sehingga anak Indonesia bisa bergembira?..lalu di manakah sesungguhnya peran negara dan ibu pertiwi?

Arist menghimbau kepada seluruh penggiat lembaga perlindungan anak diseluruh Nusantara, sebagai sahabat anak Indonesia janganlah berputus asa, demi kepentingan terbaik anak kita tetaplah terus semangat.

"Sungguh memang kita sudah letih terus-menerus bicara dan berhadapan dengan derita anak-anak yang tak berkesudahan di Indonesia, ibaratnya kita berteriak-teriak di gunung pasir saja saudaraku. Sementara itu, ibu pertiwi sedang tertidur lelap. Namun percayalah, bila saatnya tiba suara anak Indonesia pasti dan pasti didengar sekalipun di tengah gurun pasir. Oleh sebab itu, untuk menjadikan keluarga sebagai benteng dan garda terdepan untuk memberikan perlindungan agar anak Indonesia bisa bergembira, marilah kita merubah paradigma pola pengasuhan dalam keluarga kita yang otoriter menjadi pola pengasuhan yang dialogis partisipatif dan keluarga menjadi guru yang utama dan terutama bagi anak-anak serta menjadikan rumah ramah dan bersahabat bagi anak-anak kita di sekitar kita," himbau Arist Merdeka Sirait.

Ditambahkannya, untuk memaknai Hari Anak Nasional 2019, tidaklah berlebihan jika kita menggugat peran Keluarga dan pemerintah untuk mewujudkan Perlindungan Anak, Indonesia, dengan demikian anak Indonesia bisa bergembira dan terbebas dari kekerasan seperti yang diharapkan dalam tema besar Hari Anak Nasional tahun ini.

Peran keluarga dan pemerintah sangatlah strategis dalam mewujudkan perlindungan anak sehingga anak dapat terbebas dari belenggu kekerasan yang terus menerus mengancam kehidupan dan masa depan anak-anak Indonesia. "Selamat Hari Anak Nasional,"sebut Harist menutup pembicaraan.*