JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi I DPR Trimedya Panjaitan meminta Panitia seleksi (Pansel) calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 tidak salah pilih. "Kembali kepada Bu Yenti (Ketua Pansel, red) yang punya gawe, jangan salah pilih juga, nanti disalahkan DPR," ujar Trimedya Panjaitan dalam diskusi bertajuk Mencari Pemberantasan Korupsi yang Mumpuni di Media Center DPR, Jakarta, Kamis (18/8/2019).

Sebab, seleksi yang dilakukan Komisi III DPR merupakan hasil dari penyaringan Pansel yang diketuai Yenti Garnasih. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengaku memilih Taufiqurrahman Ruki, Antasari Azhar hingga Agus Rahardjo.

"Selalu DPR itu jadi samsak, di-bully segala macam, Abraham Samad juga kami yang milih. Tapi tidak bisa dibilang juga hasil pilihan kami (Komisi III DPR, red) jelek," ungkapnya.

Diketahui, pimpinan KPK jilid IV yang terdiri dari Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, Saut Situmorang, dan Alexander Marwata akan berakhir masa jabatannya pada 21 Desember 2019. Sehingga, saat ini Pansel sedang melakukan penjaringan.

Sementara itu, Ketua Panitia Seleksi Pansel Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK), Yenti Ganarsih, menegaskan, pihaknya siap menyerahan nama Capim KPK ke DPR RI kapanpun Presiden perintahkan.

"Kita inikan kepanjang tangan Presiden. Jadi kita tak akan mengatakan mau yang sekarang , mau yang nanti. Tetapi kita menyiapkan. Kalau Presiden mau sekarang, kita sudah bisa, kalau mau nanti terserah. Jadi kita memberikan, dimana kalau presiden berkeinginan memberikan sekarang, silahkan. Kalu berkeinginan nanti ya silahkan," kata Yenti.

Dengan tahapan-tahapan yang sudah diatur kata Dia, 30 Agustus selesai dan 2 September bisa diserahkan ke Presiden. "Artinya kita tidak mengatur mau sekarang atau nanti. Jadi itu kaitannya bagaimana presiden mau memberikan ke DPR. Jadi gak ada kaitannya lagi dengan Pansel. Pansel hanya menyiapkan," tandasnya.

Terkait hal ini, narasumber lainya, yakni Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar mengatakan, saat ini yang paling mendesak dan sangat penting adalah segera merevisi Undang-Undang KPK.

"Tegas saya katakan, revisi UU KPK, revisi UU Tipikor," kata Antasari yang juga menjadi narasumber.

"Yang ngomong mantan KPK nih. Saya nggak mungkin melemahan KPK," ujar Antasari menambahkan.

Revisi UU KPK, kata Antasari, penting jika negara ingin pemberantasan korupsi lebih baik di masa mendatang. "Kuatkan peran KPK (melalui revisi UU, red). Nomenklatur, biarlah di PP (Peraturan Pemerintah)".

Antasari juga menegaskan pentingnya dibentuk Dewan ataupun Komisi Pengawas KPK untuk mengontrol kinerja KPK dan membantu pimpinan KPK. Sejauh ini, terkait penyadapan Kementerian Kominfo sudah 'masuk' dan untuk keuangan KPK, Badan Pengawas Keuangan (BPK) 'masuk'.

"Apapun namanya (penanggungjawab kontrol KPK itu, red)" tegas Antasari.

Contoh kecil pengawasan yang dimaksud Antasari adalah, ketika ada laporan sebanyak 2000 laporan dalam suatu hari, lalu disidik 500 laporan dan diselidik 200 laporan, perlu ada kejelian soal "kemana yang 300-nya? Kenapa tidak diteruskan?".

Antasari menegaskan, meningkatkan performa pemberantasan korupsi bisa dilakukan, "tinggal ada kemauan, tinggal ada komitmen,".***