JAKARTA - Kebijaknya dikritik hancurkan baja ringan di dalam negeri, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita justeru bungkam. Hal itu terlihat ketika Enggar ditemui wartawan usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (17/7/2019). Ia enggan berkomentar terhadap kritikkan yang dilontarkan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. Mengenakan kemeja batik Enggar yang dicecar pertanyaan sejumlah wartawan, lebih memilih berjalan menuju pintu keluar Nusantara I.

"Entar yah," ungkapnya sambil berjalan kemudian menaiki mobil dinasnya.

Diberitakan sesebelumnya, Fadli mengkritik kebijakan Eggar soal pencabutan Permendag Nomor 22/2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan dan Produk Turunan. Dengan tegas, Fadli menyebut, pencabutan permendag tersebut sia-sia dan sudah terlambat.

Hal inilah, kata Fadli menjadi salah satu faktor penyebab meruginya PT Krakatau Steel (Persero) dan produsen baja dalam negeri.

Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan, ada tiga poin dari peraturan tersebut yang merugikan industri baja nasional dan rawan penyelewengan.

Pertama terhapusnya syarat pertimbangan teknis yang diterbitkan Kementerian Perindustrian dalam hal impor besi dan baja.

"Penghapusan pertimbangan dari kementerian teknis ini tidaklah benar. Industri baja nasional di negara manapun selalu diposisikan sebagai industri strategis, sehingga Kementerian Perdagangan tak boleh bermain sendiri dan memperlakukan sektor ini tak ubahnya bisnis kacang goreng yang seolah-olah ringan konsekuensinya," jelasnya.

Kemudian, aturan ini memperlonggar pemeriksaan barang masuk, dari sebelumnya barang harus diperiksa dulu sebelum masuk, menjadi masuk dulu baru diperiksa.

"Itupun yang melakukan pemeriksaan juga bukan bea cukai, tapi Kementerian Perdagangan sendiri. Jadi, potensi penyelewengannya besar sekali," ungkapnya.

Pemeriksaan dilakukan secara random. Karena barang baru diperiksa sesudah masuk, dan pemeriksaannya dilakukan random. Bisa mudah terjadi praktik kecurangan.

Meski sudah dicabut dengan  Permendag No. 110/2018. Namun, Fadli menyebutkan, kerusakannya sudah terlanjur parah. "Kini baja impor dari Cina telah mendominasi pasar dalam negeri. Harganya memang lebih murah, tapi kualitasnya juga rendah, kalah oleh produk lokal kita sendiri. Sayangnya, karakter pasar kita memang sangat sensitif terhadap harga dan kurang sensitif pada kualitas," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesia Iron and Steel Industry Association/IISIA), Henry Setiawan pada Senin (15/7/2019).

Henry menyebutkan, pada semester I 2019 ini bisnis baja dalam negeri kurang bergairah. Di sisi lain produsen dalam negeri harus bersaing dengan maraknya impor baja dari Tiongkok dan Vietnam. Jumlah impor baja di Indonesia mencapai 6-7 juta ton tiap tahunnya.

Di sisi lain, kapasitas produksi baja domestik juga berada di angka yang sama, yaitu tujuh juta ton per tahun. "Memang Januari lalu pemerintah telah mengeluarkan Permendag 110 untuk menekan impor baja. Namun, nyatanya sampai sekarang belum berdampak signifikan," terang Henry.

Henry menyebutkan, saat ini pelaku industri sedang menunggu tindak lanjut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menindak lanjuti Permendag Nomor 110 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya.

“Kami sangat berharap Kemenkeu bisa segera mengeluarkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur bea cukai agar menjalankan tugas dari Permendag 110/2018 dalam hal pengawasan kegiatan impor di pelabuhan tegas Henry.***