JAKARTA - Presiden Jokowi telah ditetapkan sebagai presiden terpilih hasil Pemilu 2019 untuk masa jabatan 2019-2024. Sebelum Jokowi memasuki masa pemerintahan jilid II-nya, ICW sampaikan 17 catatan evaluasi terhadap kinerja Jokowi Jilid I.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengungkapkan, momen pasca helatan Pemilu 2019 ini diharap menjadi saat yang tepat bagi masyarakat dalam hal ini ICW, untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan dan menghindari tudingan-tudingan "deligitimasi" jika evaluasi disampaikan pada masa-masa Pemilu.

Berikut ini, adalah 16 catatan ICW atas capaian agenda prioritas dalam Nawacita Jokowi Jilid I yang dipaparkan Donald di Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019).

1) Agenda reformasi polri yang profesional masih menyisakan banyak pekerjaan rumah seperti; Tingkat kepatuhan soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Integrasi dan transparansi data penanganan kasus korupsi, SP3 yang membuka ruang suap, Kewenangan pengawasan Kompolnas yang lemah, dan Meritokrasi jabatan-jabatan strategis.

2) ICW mengapresiasi keputusan Presiden yang membatalkan pembentukan Densus Anti Korupsi yang belakangan diduga sebagai upaya menggantikan KPK.

3) Komitmen dan independensi kepolisian masih dipertanyakan dalam kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, aktivis anti korupsi dan para jurnalis.

4) Belum ada agenda konkret reformasi kepartaian semisal dengan revisi UU partai politik.

5) UU no 7 tahun 2017 atau UU Pemilu tak menjawab persoalan korupsi dan cenderung mempertahankan oligarki melalui pemberlakuan syarat ambang batas yang terbilang tinggi.

6) Pemerintah belum optimal dalam kewenangan legislasi, sehingga lahir pasal dalam UU MD3 yang mensyaratkan persetujuan tertulis dari Presiden MKD DPR jika penegak hukum hendak memeriksa anggota DPR.

7) Reformasi hukum masih didominasi oleh reformasi sektor ekonomi.

8) Penunjukkan pimpinan lembaga penegak hukum masih berbau politis.

9) Pengelolaan dan pengawasan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang tidak maksimal.

10) Penunjukkan Menteri Hukum dan HAM dari unsur partai rawan kepentingan politis.

11) Agenda RUU Perampasan Aset, RUU Kerjasama Timbal Balik dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai tidak tercapai padahal sudah masuk Prolegnas.

12) Perpres (Peraturan Presiden) nomor 13 tahun 2018 yang mengapresiasi pelapor kasus korupsi, patut menjadi catatan positif.

13) Presiden terlalu fokus pada korupsi level pungli perizinan yang menghambat investasi, kemudian cendrung luput dari level mafia hukum, mafia sumber daya alam dan mafia anggaran.

14) Presiden tampak belum aktif berperan dalam perbaikan sektor peradilan.

15) Tidak ada arahan untuk penegak hukum bersih-bersih peradilan.

16) Kesepakatan hubungan timbal balik pidana dengan Swiss terkait asset pelaku kejahatan di luat negeri, patut diapresiasi.

Evaluasi yang berfokus pada sektor hukum dan politik itu pun melahirkan rekomendasi ICW, agar Presiden mengawal langsung program pemerintah di sektor tersebut, "khususnya reformasi sektor penegakan hukum dan tata kelola partai,".

Presiden, juga harus selektif dalam pengisian jabatan menteri seperti Menkopolhukam, Menkumham, MenpanRB, Kapolri, dan Jaksa Agung. Menurut ICW, " jabatan tersebut harus diisi oleh profesional yang berintegritas.

Terakhir, ICW berharap, politik legislasi era Jokowi jilid II bisa diarahkan pada upaya memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi.***