JAKARTASelama beberapa tahun belakangan, olahraga lari menjadi tren di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Hal ini sejalan dengan mulai jenuhnya masyarakat berolahraga didalam ruang dan keinginan untuk berekspresi seluas-luasnya saat berlatih.

Olahraga lari sendiri harus diakui memiliki banyak sekali keunggulan. Selain relatif murah, mudah melakukannya, dapat dilakukan dimana saja, juga mampu masuk ke dalam berbagai komunitas masyarakat dan hal ini juga ditopang dengan tren berkembangnya media sosial sehingga kepopuleran olahraga lari cepat dikenal oleh masyarakat luas. Bahkan, melalui olahraga lari, jalinan relasi pun dapat berkembang lebih luas, terutama melalui komunitas.

Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan berlari dengan cara yang baik dan benar maka kemajuan perekonomian yang berhubungan dengan olahraga lari ini pun menjadi tak terbendung dan kondisi ini terlihat dengan jelas meningkatnya permintaan masyarakat pelari akan perlengkapan lari yang dimulai dari pakaian olahraga khusus pelari, kaos kaki, sepatu, minuman, suplemen olahraga, hingga peralatan gadget terkini untuk merekam aktifitas lari.

Peningkatan akan ajang olahraga lari juga difasilitasi oleh kalangan pebisnis dengan mensponsori berbagai even lomba yang mulai dari 5K, 10K, half marathon, full marathon, ultra marathon dan manakala hal itu dirasakan mulai jenuh maka penyelenggara dengan sangat kreatif mengadakan bentuk lomba yang baru misalnya Vertical Run, Color Run, Mountain Run, dan lainnya sehingga setiap bulan masyarakat pecinta olahraga ini memiliki kesempatan untuk mengikuti lomba lari dengan berbagai jenis di berbagai tempat. Tentunya para pelari yang mendapat penawaran kalender lomba sedemikian banyak akan merasa sangat dimanjakan, dan tak heran bila ada yang bersedia mengikuti lebih dari satu lomba dalam satu bulan secara berturut-turut.

Meski olahraga lari memiliki banyak dampak positif baik secara fisik maupun mental, namun, dikatakan oleh dr Michael Triangto, SpKO - spesialis kedokteran olahraga dari RS Mitra Kemayoran dan Klinik Slim n Health Jakarta, olahraga lari juga ada resikonya. "Dari sudut kedokteran olahraga, kami melihat peningkatan minat masyarakat dalam berolahraga lari ini merupakan kabar baik yang diharapkan mampu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan dapat mengurangi terjadinya penyakit-penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol darah tinggi dan penyakit-penyakit lainnya bilamana kita mampu mengantisipasi hal–hal negatif yang mungkin terjadi. Dalam perkembangan fenomena olahraga lari ini juga terdapat berbagai kasus ringan seperti cedera, terkilir, overused injury, dehidrasi, hingga yang berat seperti pingsan bahkan meninggal yang merupakan puncak gunung es karena masih banyak kasus-kasus yang tidak tercatat akibat para korbannya tidak pernah melaporkan kejadian tersebut,"ungkapnya.

Bahkan dalam catatan sejarah olahraga marathon yang berawal dari Pheidippides, seorang prajurit Yunani yang berlari sejauh 42.195 KM ke Athena untuk memberitahukan kemenangan perang di Marathon yang berakhir dengan kematiannya, akan mengingatkan kita kalau berlari sejauh itu dapat berakibat fatal bila tidak memiliki kesiapan fisik yang prima. Demikian juga halnya bila para pengemar olahraga lari mengikuti eforia olahraga lari namun tanpa pengetahuan tentang kesehatan olahraga yang benar.

Untuk itu, kata dr Michael, peran serta dari berbagai pihak terkait sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah yang ada, menekan terjadinya gangguan kesehatan dan tetap menjaga tren positif dari olahraga lari itu sendiri. Antara lain: 1. Diri pelari itu sendiri yang harus memeriksakan kesehatan maupun kebugaran tubuhnya secara teratur yang dinyatakan dalam bentuk sertifikat kesehatan untuk berlari dalam tingkatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

"Dengan demikian diharapkan tidak akan ada pemula yang dapat langsung mengikuti lomba marathon tanpa melalui 5K, 10K, half marathon terlebih dahulu. Sertifikat kesehatan itu sendiri harus dikeluarkan oleh dokter spesialis kedokteran olahraga atau yang memiliki kompetensi dalam memeriksa kesehatan juga kebugaran pelari yang berlaku hanya untuk masa waktu tertentu dan harus diperbaharui bilamana masa berlakunya telah berakhir," ucap dr Michael.

Hal ini dikarenakan kondisi tubuh dan metabolisme setiap pelari dapat beubah sewaktu-waktu, dan dengan check-up rutin akan membantu mencegah pelari mengalami hal negatif terhadap kesehatan yang bisa jadi terjadi pada saat hendak atau sedang mengikuti kompetisi lari.

2. Mengatasi terlebih dahulu berbagai masalah kesehatan yang ditemukan sebelum berlomba mulai dari adanya pengobatan penyakit, gangguan postur sampai dengan kelainan bentuk dari telapak kaki agar tidak menjadi gangguan kesehatan yang lebih serius pada saat sedang menyiapkan atau sedang mengikuti kompetisi lari.

3. Meningkatkan pengetahuan tentang segala hal yang berhubungan dengan olahraga lari, mulai dari tehnik berlari yang benar, peralatan yang harus dimiliki, pemilihan medan yang akan ditempuh, pengaturan periodisasi latihan yang baik sampai masa istirahat yang cukup. Kondisi ini diharapkan mampu mencegah pelari untuk mengikuti semua even lari yang ada dan lebih selektif dalam berlomba sehingga target untuk hidup lebih sehat juga dapat tercapai.

4. Selain dari sisi peserta lari, Penyelenggara juga harus mempersiapkan lomba sebaik-baiknya dari sisi keamanan lintasan, depot air yang cukup dalam jarak yang ditentukan, tim medis, para medis dan ambulans yang memadai dan terampil dalam menangani kasus-kasus gangguan kesehatan akibat olahraga dan tidak lupa asuransi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

5. Para penyelenggara juga diharapkan melibatkan induk olahraga athletik untuk meningkatkan nilai keamanan dari setiap lomba dengan memberikan pelatihan bagi para pelari dan instruktur secara berkala dan memberikan sertifikat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti lomba ataupun untuk menjadi pelatih lari profesional.

6. Selain komunitas dan perhimpunan olahraga terkait, penyelenggara juga sebaiknya melibatkan pemerintah seperti Kemenkes bersama Kemenpora sebagai pemangku kepentingan kesehatan masyarakat dan berbagai jenis kegiatan olahraga juga untuk meningkatkan keamanan dan mutu dari setiap lomba dengan membuat berbagai peraturan dan pengawasan atas berjalannya peraturan tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan.

  Berbagai solusi diatas, dikatakan oleh dr Michael, tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih besar, namun diharapkan dapat mencegah terjadinya kejadian fatal yang tidak diinginkan. Meski demikian, dengan dilakukannya berbagai kebijakan diatas tidak berarti akan mampu menekan angka gangguan kesehatan dan kematian akibat olahraga lari dapat menjadi “nol”.

Namun hal ini dapat menekan angka kesakitan dan kematian tersebut menjadi minimal dan meningkatkan kualitas dari lomba yang pada akhirnya akan meningkatkan kesehatan masyarakat, mengurangi biaya pengobatan yang dikeluarkan pemerintah, meningkatan kemampuan bekerja dan juga akan mampu meningkatkan roda perekonomian negara kita tanpa perlu mengorbankan pihak-pihak tertentu.*