JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Drs. Teuku Taufiqulhadi memandang, UU Terorisme yang ada saat ini relatif baik sebagai payung hukum penanggulangan terorisme.

Pasalnya, UU tersebut juga sudah menaungi upaya-upaya pencegahan yang bisa dilakukan oleh penegak hukum.

"Aksi terorisme itu bukan setelah aksi teror itu terjadi, tapi juga sebelum aksi teror itu terjadi. Makanya pencegahan itu juga sangat kuat diberikan kewenangan kepada penegak hukum, termasuk lembaga yang (bidangnya, red) sama yaitu BNPT," kata politisi Nasdem itu di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Keberhasilan aspek pencegahan juga terlihat dari beberapa operasi penangkapan terhadap pada terduga teroris di masa-masa penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019. Tak terkecuali, para terduga teroris yang menjadwalkan aksi mereka di tengah aksi unjuk rasa 21-22 Mei 2019 yang menolak hasil Pemilu Presiden.

Aspek pencegahan, bukanlah satu-satunya keberhasilan dari produk DPR soal terorisme. Deradikalisasi juga menjadi bagian yang dinilai positif untuk menjaga hak setiap warga negara, khususnya bagi mereka yang sudah terpapar paham radikal.

Sebagai pengingat, Indonesia telah memiliki UU Terorisme yang baru. Undang-undang nomor 5 tahun 2018 itu merupakan perubahan atas Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang.

UU Terorisme tersebut diundangkan Kementerian Hukum dan HAM pada 22 Juni 2018, pasca tragedi bom di Sidoarjo.***