MEDAN - Semuanya berubah semenjak Debora mendapat kelas Bahasa Belanda dengan dosen yang unik, namanya Edy Ikhsan. Edy duduk di atas meja lalu mengajar dengan santai dan banyak bercanda. Bukan dekan dan bahkan bukan rektor, tapi dia dosen yang bekerja dengan hati dan jauh dari perpolitikan kampus. Dan rasa-rasanya sosoknya lebih terkenal lebih dulu daripada petinggi-petinggi kampus USU.

Begitu petikan testimoni Debora, alumni mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Debora mengawali kisahnya pada tahun 2007, yang dianggapnya menjadi momen terberat saat mengetahui gagal HI UI dan harus masuk ke Fakultas Hukum USU.

"Tapi semuanya berubah semenjak aku dapat kelas Bahasa Belanda dengan dosen yang unik di FH USU ini, namanya Pak Edy Ikhsan. Beliau duduk di atas meja lalu ngajar dengan santai dan banyak bercanda," ungkap Debora, Kamis (20/6/2019).

Dia merasa tiga setengah tahun di FH USU, tidak mungkin bisa survive jika tanpa sosok Edy Ikhsan.

"Dukungannya selalu terasa pada hal paling sederhana. Beliau selalu membeli bukaan puasa yang aku jual untuk acara kampus setiap sore di bulan Ramadhan selama tahun 2007-2010 (baik untuk PERMAHI maupun ILSA)," tulis Debora.

Edy, kata Debora, juga salahsatu voter yang mencalonkannya menjadi Ketua ILSA FH USU padahal Edy Ikhsan bukan dosen Hukum Internasional.

"Sampai di akhir kuliah saat aku gak bisa maju meja hijau karena alasan tertentu, beliau baru pulang penelitian dari Leiden Belanda dan sedang mampir ke kampus, sebagai seorang drama queen yang menangisi ketidakinginan menghabiskan 6 bulan lagi di Medan, aku masih ingat betul duduk di koridor FH USU aku mulai mencaci maki kampus saat itu. Pak Edy datang dan langsung membantu proses pengeluaran nilai hingga akhirnya aku bisa meja hijau sebagai mahasiswa terakhir yg selesai jam 6 sore tanggal 31 Desember 2010," urai Debora.

Debora yakin banyak dari teman teman, senior dan juniornya di Fakultas Hukum USU juga merasakan dukungan dan cinta kasih dari Edy Ikhsan yang selalu tulus dan tak harap kembali.

"Huuh sampai mewek mengingat betapa banyaknya mahasiswa yang mencintai Pak Edy," kata Debora.

Debora berujar, meski bukan dekan dan bahkan bukan rektor, tapi Edy Ikhsan merupakan dosen yang bekerja dengan hati dan jauh dari perpolitikan kampus. Dan rasa-rasanya sosoknya lebih terkenal lebih dulu daripada petinggi-petinggi kampus USU.

Debora pun menyinggung banyaknya dorongan masyarakat agar Edy Ikhsan maju pada Pilkada Medan 2020 lewat jalur non partai.

"Butuh minimal 150.000 potokopi KTP dan saatnya aku yang bukan mahasiswi lagi tapi minimal punya keluarga dan teman dan temannya keluarga yang tinggal di Medan minta tolong kepada teman teman ku tercinta yang berdomisili Medan untuk kirimkan potokopi KTP domisili Medannya ke WA aku 0821-1128-3130 supaya kita mudahkan niat Pak Edy Ikhsan membenahi Kota Medan," ungkap Debora.*