JAKARTA - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo alias Bamsoet, mendorong Komisi VII DPR RI dan Pemerintah untuk secara bersama membahas revisi UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Apa yang belum diatur dalam UU itu diharap menjadi poin krusial pembahasan DPR dengan Pemerintah, "seperti Rencana Induk Ketenaganukliran, Penugasan Iptek Nuklir, Keselamatan Nuklir, Keamanan Nuklir dan Garda Aman, serta Kesiapsiagaan dan penanggulangan Kedaruratan Nuklir, agar dapat dirumuskan draft dalam RUU Ketenaga Nukliran.

Hal itu disampaikan Bamsoet melalui rilis persnya, Rabu (12/06/2019). Politisi Golkar ini, mendorong Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk dapat menyelesaikan ketidak sepahaman mengenai usulan memperluas pemanfaatan tenaga nuklir, guna menjadi solusi dalam implementasi dan pengembangan nuklir jangka panjang.

Sebelumnya, Bapeten melalui Direktorat Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir telah melaksanakan kegiatan Sosialisasi dan Diskusi pada Selasa (26/02/2019) di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Situs Bapeten menyebutkan, Kegiatan ini bukan yang pertama dilaksanakan guna mengakomodir banyak masukan dalam rangka penyusunan Peraturan Perundang-undangan Penggantian Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

Sekretaris Daerah kota Batam Jefridin yang hadir mewakili Walikota Batam mengatakan, sekaligus memberikan sambutan. Jefredin mengatakan, "hal ini (dipilihnya Batam sebagai lokasi acara, red) menunjukan atensi dan apresiasi BAPETEN terhadap kota Batam yang berharap dapat menikmati hasil dari pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir”.

Kala itu, Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir, Yus Rusdian Akhmad menyampaikan bahwa, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran perlu banyak perubahan-perubahan karena saat ini perkembangan teknologi pemanfaatan nuklir sangat pesat.

Direktur Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir, Dahlia Sinaga juga hadir dan memaparkan draft RUU Penggantian UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang kemudian dilanjutkan dengan Penanggap dari akademisi dan Sekretaris Daerah Kota Batam.

Turut hadir dalam acara itu di antaranya, akademisi, Kanwil Kumham Kepulauan Riau, Badan Pengusahaan (BP) Batam, Kantor Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam, Kejaksaan Negeri Kota Batam, Polda Kepulauan Riau, Polres Kota Barelang, serta Industri dan Rumah Sakit terkait penggunaan teknologi nukir, dengan total peserta berjumlah 45 orang.

Mundur lebih jauh, yakni pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) serta Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) di Ruang Rapat Komisi VII, Jakarta, Rabu (3/4/2017) silam, anggota Komisi VII Kurtubi, juga sempat mempertanyakan dalam draf revisi UU tersebut.

Kala itu, Kurtubi menyoroti apakah draft revisi UU tersebut sudah memuat tentang ekplorasi dan eksploitasi uranium yang saat ini belum ada payung hukumnya. Bila memang sudah memuat, sambung Kurtubi, "DPR akan mendorong agar revisi UU tersebut cepat dibahas,".

Menurut Kurtubi meski rencana pembangunan PLTN di Indonesia masih belum jelas, industri hulu berupa ekplorasi uranium harus disiapkan sehingga dapat mendukung pasokan bahan bakar untuk PLTN bila nanti benar beroperasi.

"Keberadaan PLTN tentunya dapat meningkatkan pasokan listrik dalam jumlah yang sangat besar. Dengan tersedianya pasokan listrik yang besar dapat meningkatkan sektor industri dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi," kata Kurtubi.

Kurtubi menilai, bangsa besar ini harus memiliki PLTN. Kebijakan pemerintah yang mengatakan PLTN merupakan opsi terakhir perlu ditinjau kembali. Nantinya hal ini akan dibawa untuk menjadi bahan pembahasan Komisi VII dengan Dewan Energi Nasional. BAPETEN dan BATAN pun, diharapkan melakukan upaya percepatan penyelesaian revisi UU Ketenaganukliran atas insitatif pemerintah.***