JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Roslan P. Roeslani menyatakan pengurus Kadin memberikan masukan yang mencakup tiga hal yakni perbaikan tata kelola tenaga kerja Indonesia di luar negeri, pariwisata, dan reformasi perpajakan. Ketiga hal tersebut, menurutnya, akan bermuara pada peningkatan devisa yang bisa memangkas defisit neraca transaksi berjalan Indonesia.

"Kita diminta memberikan [kepada] Bapak Presiden masukan-masukan, bagaimana sesudah pemilu selesai, next-nya untuk perkembangan dunia usaha ke depan, kebijakan-kebijakan atau policy-policy, apa saja yang harus dilakukan," katanya di Istana Negara, Rabu (12/6/2019).

Poin pertama yang dikemukakan oleh pengurus Kadin adalah mengenai perbaikan tata kelola pengiriman dan kualitas tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.

Baca juga: Ini Strategi Ekonomi Pemerintah pada 2020
Rosan mencatat jumlah TKI yang bekerja di luar negeri sekitar 3,6 juta dengan jumlah remitansi mencapai US$11 miliar.

Namun, angka ini masih terpaut jauh ketika dibandingkan dengan jumlah remitansi yang diterima Filipina senilai US$35 miliar dengan jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri tidak jauh berbeda dengan Indonesia yakni 3,5 juta orang.

“Kenapa itu bisa lebih tinggi, karena masalahnya adalah kemampuan dari berbahasa, dari nursing. Jadi itu bisa kita dorong untuk program vokasi yang memang sedang didorong dan diutamakan oleh Bapak Presiden dan pemerintahan ini,” ujarnya.

Poin kedua yang diusulkan adalah percepatan pengembangan sektor pariwisata di Indonesia. Selain remitansi yang bisa mendatangkan dolar ke Indonesia, pariwisata diakuinya memiliki peluang yang cukup besar untuk mendatangkan devisa dengan jangka pendek.

Saat ini, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia mencapai 15,5 juta orang. Jumlah itu dinilainya masih terlampau sedikit jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya.

"Kita mendapatkan devisa kurang lebih US$17 miliar, kurang lebih US$ 1.100 per orang. Tapi dibandingkan dengan Thailand yang secara wisatawan lebih [besar], hampir 38 juta orang, tetapi pendapatan devisanya US$62 miliar," tambahnya.

Poin ketiga adalah reformasi perpajakan. Roslan mengungkapkan reformasi perpajakan diperlukan untuk mendongkrak daya saing Indonesia, meski tingkat produktivitasnya maish rendah.

"Di satu sisi produktivitas kita masih rendah, tapi kita coba mendorong reformasi perpajakan dari pemotongan Pph [pajak penghasilan] kita sampaikan. Apakah di level 18%-19%, sekarang kita masih di atas 25%," jelasnya.***