JAKARTA - Soal protes terhadap hasil pemilu 2019 atau 'People Power', para mahasiswa dan anak-anak muda diimbau tidak harus disampaikan dengan aksi-aksi turun ke jalan. Hal ini diungkapkan Gubernur Lembaga Ketahanan Negara (Lemhanas) Letnan TNI (Purn) Agus Widjojo saat memberikan sambutan di acara buka puasa bersama pengurus PB HMI, di Jakarta, Selasa (21/5/2019) petang. "Saya mengimbau, agar mahasiswa dan milenial tidak salah mengartikan dan menggunakan istilah 'people power' dengan hal hal atau kepentingan politik kekeuasaan. Lebih baik positif people dan positif power," katanya.

Karena menurut dia, positive people dan positive power justeru bakal meningkatkan pemahaman atas apa yang harus mereka siapkan untuk masa depan. Jangan sampai ada terjun ke dunia yang tidak mereka tahu, sehingga hanya menjadi follower.

"Bahkan tidak elok kalau mereka yang tidak tahu apa-apa diikutkan ke dalam suatu proses. Takutnya, nanti akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam proses tersebut," katanya.

Menanggapi adanya ketidakpuasan serta beda pandangan terkait hasil pemilu dan pilpres, Gubernur Lemhanasa berpendapat, agar tidak berbuat anarkis, namun menempuh jalur hukum.

Karena menurutnya, mekanisme hukumnya sudah dibentuk dan disepakati semua pihak sebelum proses pemilu dimulai. "Jadi enggak perlulah turun ke jalan. Karena negara ini bisa jadi anarkis," tandasnya.

Terkait dengan hasil Pilpres, Ia mengingatkan kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor 01 maupun 02, untuk tidak memaksakan keinginan kepada lembaga penyelenggara Pemilu 2019.

"Kita tidak perlu untuk menuntut lembaga atau pihak-pihak lain untuk berbuat seperti yang kita inginkan. Tapi mari kita mulai dari diri kita sendiri," katanya.

Widjojo yakin, saat ini tidak ada satupun masyarakat yang menginginkan Indonesia menjadi bangsa yang terpecah-belah, terlebih sudah banyaknya contoh keterbelahan yang terjadi di tengah masyarakat. "Kembali ke hati nurani untuk menjaga masyarakat kita, atau kita rela melihat contoh-contoh yang sudah ada bahwa masyarakat kita terbelah dan bisa menjurus kepada perpecahan dalam masyarakat kita," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum PB HMI, Sadad Al Jihad menyambut baik imbauan Agus Widjojo. Menurutnya, kalangan milenial atau anak muda lebih baik bangkit untuk meneruskan keberlanjutan Indonesia kedepan.

Anak muda kata Sadad, harus memiliki harapan besar bagi bangsa Indonesia, bukan diintimidasi politik dengan retorika politik semata. "Kaum milenial jangan dimanfaatkan hanya menjadi objek suara, malahan harus menjadi subjek suara dan gagasan untuk bangsa Indonesia," ujarnya.

Sadad menilai saat ini merupakan momentum bangkitnya gagasan positif anak muda sehingga jangan terjebak pada demokrasi kriminal yaitu tidak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Menurut dia, anak muda jangan terjebak pada urusan politik saja namun harus bangkit mewujudkan gagasan besar. "Kepedulian generasi muda adalah bagaimana menggagas cara besar untuk pembangunan manusia kedepan," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Analis pertahanan dan militer, Connie Rahakundini Bakrie. Ia menilai saat ini merupakan momentum berharga bagi anak muda untuk mawas diri terutama semakin kompleks ancaman yang akan terjadi. Menurut dia, kompleksitas ancaman tersebut disebabkan terutama terkait aspek mental dan pengendalian prilaku anak muda.

"Positive power dan positive people adalah masyarakat yang memiliki semangat dan cinta damai, memenangkan revolusi teknologi dan digital karena hal ini yang akan segera dihadapi," ujarnya.

Dari aspek mental menurut Connie, ada masalah yang harus dihilangkan yaitu mentalitas "rajungan" yaitu ketika ada anak muda potensial, dihalangi untuk maju dan naik ke posisi ke atas.

Dia menilai kedepannya bagaimana mentalitas "rajungan" itu dihilangkan sehingga anak muda yang potensial dibiarkan muncul dan berkembang.

"Ini momentum samakan visi-misi, selaraskan program sesuai dengan tantangan. Ini berhubungan dengan berpikir kritis agar anak muda berpikir kritis menginterpretasikan dan menjelaskan masalah," pungkasnya.***