JAKARTA - Mayoritas partai politik menduga ada indikasi penggelembungan suara di Malaysia yang bermuara ke caleg NasDem nomor urut 2 Davin Kirana. Terutama di segmen pemilihan via pos. Ketua Daerah Pemilihan Luar Negeri (DPLN) Partai Demokrat Lukmanul Hakim curiga penggelembungan suara dilakukan secara masif.

"Sudah jelas indikasi penggelembungannya," ucap Lukmanul Hakim seperti dilansir GoNews.co dari CNNIndonesia.com, Kamis (16/5).

Lukmanul menjelaskan bahwa Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) melakukan pemungutan suara ulang. Itu dilakukan ketika surat surat tercoblos ditemukan Panwaslu. Pemungutan suara ulang juga disepakati oleh semua pihak.

Batas akhir penerimaan surat suara pos yakni pada Rabu (15/5). Setelah itu dilakukan penghitungan.

Lukmanul mengatakan surat suara yang diterima PPLN via pos untuk dihitung hingga Rabu sebanyak 22.807. Namun, suara dominan bermuara ke caleg NasDem nomor urut 2 Davin Kirana.

"Perhitungan pertama PSU pos ini terdiri dari 38 meja perhitungan pos. Hampir semua Memilih Caleg NasDem nomor urut 2," ucap Lukmanul.

Keanehan itu, kata Lukman, juga dari proses penerimaan amplop surat suara dari pos Malaysia. Lukmanul mengatakan seharusnya amplop yang tiba berasal dari berbagai distrik. Namun, kenyataannya tidak demikian.

"Logika nya kan simpel. Kalau surat suara dalam seminggu sampai ke kantor pos Malaysia maka surat suaranya bervariasi. Tetapi yang muncul dominan dari dua distrik," ucap Lukmanul.

Lukmanul lalu menjelaskan bahwa surat suara yang telah dihitung itu baru 22.807 yang tiba pada Rabu (15/5). Masih ada sekitar 60 ribu amplop surat suara yang baru tiba.

Mengenai hal itu, Lukmanul mengatakan mayoritas partai politik tidak mau penghitungan suara dilakukan. Alasannya, batas akhir penerimaan amplop surat suara via pos adalah Rabu (15/5). Sementara sekitar 60 ribu surat suara tersebut baru tiba pada hari ini Kamis (16/5).

Kader NasDem Taufiqulhadi saat dihubungi CNNIndonesia.com menganggap lumrah penolakan parpol atas penghitungan suara di Malaysia. Namun menurutnya penolakan tersebut menjadi tidak ada gunanya ketika sistem politik di Indonesia didukung hukum yang kuat.

"Jika memang merasa ada dugaan kecurangan, harus diajukan ke Bawaslu atau ke MK. Ke bawaslu berkaitan dengan proses, ke MK berkaitan hasil. Siapa pun yang merasa dicurangi, harus menunjukkan buktinya. Selain daripada itu, tidak ada barometernya," ujar Taufiqulhadi.

Lukmanul menegaskan bahwa batas akhir penerimaan amplop surat suara sudah disepakati semua pihak. Namun, PPLN melanggar ketentuan yang disepakati bersama tersebut.

"Sekarang PPLN ngotot mau dihitung . Tetapi Demokrat, PDIP, Golkar, PPP, Gerindra, TKN dan BPN menolak," kata Lukmanul.

"Sekitar 62 ribu surat suara yang mau dihitung ditolak oleh partai-partai. cukup yang 22 ribu saja yang semalam sampai ke PPLN," lanjutnya.

Lukmanul mengatakan pihaknya ingin ada pemungutan suara ulang di Malaysia di segmen pos. Menurutnya banyak kejanggalan. Pula, PPLN melanggar ketentuan yang telah disepakati bersama.

"Panwaslu Kuala Lumpur mengecek salah satu alamat lengkap di Sekinchan, ternyata alamat bodong," ucap Lukmanul memberi contoh salah satu kejanggalan.***