MEDAN-Menjamurnya pedagang musiman setiap bulan Ramadan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara (Sumut). Lantaran di bulan Ramadan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari bulan lainnya.

Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan daya beli pada dasarnya menjadi kunci keberhasilan dalam bisnis musiman yang selalu ada di setiap tahunnya. Di setiap Ramadhan memang ada bisnis cyclical atau musiman yang kerap dimanfaatkan warga untuk menambah penghasilan. Umumnya usaha kuliner, fashion, material bangunan hingga kebutuhan rumah tangga lainya.

  “Artinya memang kebutuhan yang kerap naik selama Ramadhan dan Idul Fitri itu adalah kebutuhan konsumsi. Ada juga bisnis yang lain yang juga berpeluang tumbuh, yakni bisnis jasa penyewaan tenda seperti halnya tenda untuk acara keagamaan. Jadi memang akan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam suatu wilayah. Di bulan ramadhan itu faktor pendorong membaiknya bisnis tersebut karena adanya Tunjangan Hari Raya (THR). Nah baru-baru ini ada kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan THR juga nantinya diberikan,” kata Gunawan pada medaninside.com, Selasa (14/5/2019).

Dengan maraknya pedagang musiman ini, sambun Gunawan akan ada daya dorong bagi pertumbuhan ekonomi Sumut dari sisi belanja rumah tangga. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah apakah tahun ini konsumsi akan membaik dibandingkan dengan tahun lalu? Waktu yang akan membuktikan. Sebab Sumut memiliki masalah tersendiri.

“Mengingat kondisi harga komoditas Sumut yang sempat terpuruk dan belum sepenuhnya kembali normal menjadi kendala dalam melihat daya beli masyarakat Sumut di tahun ini. Yang saya khawatirkan justru masih ada tekanan tersebut. Namun, Ramadhan dan Idul Fitri memang kerap menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar dari sisi belanja masyarakat. Menyusul Hari Natal dan Tahun Baru,” terangnya.

Salah seorang pedagang musiman bernama Sri  mengaku menangkap peluang dari usaha musiman dengan memasarkan aneka makanan seperti gorengan, urap, kue basah, mie di Jalan Abdullah Lubis Medan. Aneka jajanan ini dipasarkan mulai harga Rp 1000 hingga Rp 5000 persatuannya.

"Ini untuk membantu keuangan keluarga, anak mau masuk sekolah SMP. Dulu kerja dan punya uang. Kalau gak pegang uang, gak enak," ujarnya yang mampu meraup omset Rp 300 ribu per harinya.*