SIPIROK - Para tokoh masyarakat di Kecamatan Batangtoru, Marancar dan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, kompak akan bertindak “keras” kepada para aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) asing dan LSM lokal yang coba-coba melakukan provokasi kepada warga mereka dengan menyebarkan isu hoax tentang Orangutan dan sungai Batangtoru. “Kalau mereka para LSM itu terus melakukan kampanye hitam, agar PLTA ditutup, itu namanya mereka telah memusuhi masyarakat Simarboru (Sipirok, Marancar dan Batangtoru). Andai mereka (LSM) datang, akan kami usir jelas. Bila mereka masuk ke wilayah Simarboru, jelas akan kami usir. Kami semua sudah kompak,” tegas Abdul Gani Batubara, Tokoh Masyarakat Desa Pulo Mario, Kecamatan Sipirok, dalam wawancara di Sipirok, Rabu sore (1/5/2019).

“Kalau kami di Desa Pulo Mario, jelas menentang penuh upaya mereka. Sedikit banyaknya kami tahu tentang lembaga-lembaga asing ini, seperti YEL, PanEco, Mighty Earth dan segala macam itu, yang memberdayakan LSM lokal untuk kampanye hitamnya. LSM lokal itu mengatakan kepada kami, dibayar oleh LSM asing tersebut untuk mengadakan aksi,” ujar Batubara.

Misi LSM asing dan mitranya yang berkantor di Medan itu, menurut Batubara, melakukan kampanye hitam melalui isu Orangutan dan isu lingkungan, untuk menggagalkan atau menutup proyek strategis nasional (PSN), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Barangtoru.

“Kami menentang LSM-LSM asing dan LSM lokal, yang mengkampanyehitamkan pembangunan PLTA ini,” lanjut Batubara.

“Kami sangat berkepentingan PLTA ini dibangun, karena dengan adanya proyek itu, tenaga kerja untuk anak-anak kami terbuka lebar. Dan sudah banyak masyarakat kami yang bekerja di situ,” kata petani ini yang mengaku desanya paling dekat dengan proyek PLTA Batangtoru tersebut.

Belakangan ini, kata Batubara, lembaga-lembaga asing itu semakin gencar berkampanye hitam untuk menggagalkan pembangunan PLTA Batangtoru.

“Maka otomatis, kami pun masyarakat, akan semakin gencar pula untuk menentang dan menghalangi LSM-LSM itu,” kata Abdul Gani Batubara.

Seorang tokoh masyarakat Desa Huraba, Kecamatan Marancar, Maraiman Nasution mengungkapkan keheranannya mengapa LSM asing dan LSM lokal itu merasa keberatan dengan pembangunan PLTA. Padahal, masyarakat sendiri merasa bersyukur dengan hadirnya proyek ini.

“Dengan adanya PLTA ini, banyak warga sini yang bekerja di situ. Kami mendukung pembangunan proyek PLTA Batangtoru,” kata Maraiman Nasution yang mengaku dahulu pernah mendampingi sebuah LSM dari Medan untuk memasang kamera pengintai Orangutan.

“Selama 3 bulan mereka memasang kamera, tidak satu pun orangutan terlihat. Bagaimana mereka mengatakan ada 800 individu orangutan di sekitar Batangtoru. Kalau benar ada 800, harusnya saya tiap hari bisa melihat orangutan. Sebab tiap hari saya ke kebun yang bersebelahan dengan areal proyek PLTA,” tegas Maraiman Nasution.

Tokoh masyarakat ini juga mengaku heran mengapa persoalan PLTA Batangtoru yang menjadi sasaran kampanye hitam LSM asing dan LSM lokal tersebut. Padahal kerusakan yang lebih parah dan kentara, bisa dilihat dari akibat adanya tambang emas, yang luasnya mencapai ribuan hektare.
“Ada apa sebenarnya dengan LSM ini,” katanya dengan nada bertanya.

Terkait dengan adanya tudingan LSM dengan isu daerah gempa, Maraiman Nasution mengaku bahwa LSM itu asal ngomong.

“Saya dahulu ikut mendampingi ahli geologi ketika mereka melakukan riset dan penelitian. Yang disebut sesar gempa itu bukan di areal bendungan PLTA ini, tapi jauh ke sana, ada sekitar 15 Km. Para ahli itu menunjukkannya kepada saya,” aku Maraiman Nasution.