MEDAN - Keberadaan LSM asing maupun lokal mendapat sorotan tajam masyarakat di Kecamatan Batangtoru, Marancar dan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan. Bagaimana tidak, mereka pun kompak akan bertindak “keras” kepada para aktivis LSM yang coba-coba melakukan provokasi kepada warga dengan menyebarkan isu hoax tentang Orangutan dan sungai Batangtoru.

“Kalau mereka para LSM itu terus melakukan kampanye hitam, agar PLTA ditutup, itu namanya mereka telah memusuhi masyarakat Simarboru (Sipirok, Marancar dan Batangtoru). Andai mereka (LSM) datang, akan kami usir jelas. Bila mereka masuk ke wilayah Simarboru, jelas akan kami usir. Kami semua sudah kompak,” tegas Abdul Gani Batubara, Tokoh Masyarakat Desa Pulo Mario, Kecamatan Sipirok, dalam wawancara di Sipirok, Rabu (1/5/2019) sore.

Sementara itu, Jumat pagi tadi www.gosumut.com mendapat informasi akan keberadaan Ketua Umum Yayasan PanEco, Regina Frey di kawasan Bukit Lawang. Dari informasi itu, Regina akan bertolak ke Medan dan diduga akan membahas kelanjutan penolakan warga terkait LSM lokal dan asing di kantor Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang berada di Jalan KH Wahid Hasyim, Medan.

Siang tadi sekira pukul 13.30, awak media www.gosumut.com tiba di kantor YEL untuk melakukan konfirmasi kepada pengurus YEL dan juga bos PanEco tersebut. Sayangnya, salah seorang petugas piket di kantor tersebut mengutarakan kalau Regina Frey tidak ada di sana. Dia mengaku bos PanEco itu masih berada di Bukit Lawang.

"Orang ini mau rapat di dalam," ungkap pria itu.

Begitu juga dengan Staf Komunikasi YEL, Suryadi. Menurut petugas piket itu, Suryadi sedang mempersiapkan bahan untuk rapat dengan orang luar negeri. Hanya saja pria itu mengaku, mereka rapat pembahasan kopi.

"Adi (Staf Komunikasi YEL_RED) lagi mempersiapkan untuk meeting di dalam. Lebih baik buat janji dulu bang," akunya.

Karena tidak ada pengurus YEL dan bos PanEco yang bisa dikonfirmasi perihal penolakan warga Simarboru terhadap LSM lokal dan asing, www.gosumut.com pun beranjak dari kantor tersebut. Hanya saja, berselang sejam lebih kemudian atau sekira pukul 15.00, awak media ini mendapat informasi kembali bahwa Regina Frey berada di kantor YEL.

Lagi-lagi saat disambangi ke kantor YEL, petugas piket di kantor tersebut mengaku bahwa Adi bersama bos PanEco, Regina Frey sedang makan siang dan melakukan kegiatan di luar.

"Makan siang orang itu bang, sekalian ada kegiatan juga di luar," akunya tanpa mengaku tidak tahu di mana lokasinya.

Awak media ini pun mencoba menunggu pengurus YEL dan bos PanEco itu persisnya di seberang jalan kantor YEL. Selang setengah jam kemudian, diduga Regina Frey terlihat keluar dari kantor YEL dan bergegas menaiki sebuah mobil berwarna merah dan langsung meninggalkan kantor tersebut.

Sebelumnya, Abdul Gani Batubara, Tokoh Masyarakat Desa Pulo Mario, Kecamatan Sipirok, dalam wawancara di Sipirok mengaku akan menentang penuh LSM lokal dan asing ke daerah mereka.

“Kalau kami di Desa Pulo Mario, jelas menentang penuh upaya mereka. Sedikit banyaknya kami tahu tentang lembaga-lembaga asing ini, seperti YEL, PanEco, Mighty Earth dan segala macam itu, yang memberdayakan LSM lokal untuk kampanye hitamnya. LSM lokal itu mengatakan kepada kami, dibayar oleh LSM asing tersebut untuk mengadakan aksi,” ujar Batubara.

Misi LSM asing dan mitranya yang berkantor di Medan itu, menurut Batubara, melakukan kampanye hitam melalui isu Orangutan dan isu lingkungan, untuk menggagalkan atau menutup proyek strategis nasional (PSN), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Barangtoru.

“Kami menentang LSM-LSM asing dan LSM lokal, yang mengkampanyehitamkan pembangunan PLTA ini,” lanjut Batubara.

“Kami sangat berkepentingan PLTA ini dibangun, karena dengan adanya proyek itu, tenaga kerja untuk anak-anak kami terbuka lebar. Dan sudah banyak masyarakat kami yang bekerja di situ,” kata petani ini yang mengaku desanya paling dekat dengan proyek PLTA Batangtoru tersebut.

Belakangan ini, kata Batubara, lembaga-lembaga asing itu semakin gencar berkampanye hitam untuk menggagalkan pembangunan PLTA Batangtoru.

“Maka otomatis, kami pun masyarakat, akan semakin gencar pula untuk menentang dan menghalangi LSM-LSM itu,” kata Abdul Gani Batubara.

Seorang tokoh masyarakat Desa Huraba, Kecamatan Marancar, Maraiman Nasution mengungkapkan keheranannya mengapa LSM asing dan LSM lokal itu merasa keberatan dengan pembangunan PLTA. Padahal, masyarakat sendiri merasa bersyukur dengan hadirnya proyek ini.

“Dengan adanya PLTA ini, banyak warga sini yang bekerja di situ. Kami mendukung pembangunan proyek PLTA Batangtoru,” kata Maraiman Nasution yang mengaku dahulu pernah mendampingi sebuah LSM dari Medan untuk memasang kamera pengintai Orangutan.

“Selama 3 bulan mereka memasang kamera, tidak satu pun orangutan terlihat. Bagaimana mereka mengatakan ada 800 individu orangutan di sekitar Batangtoru. Kalau benar ada 800, harusnya saya tiap hari bisa melihat orangutan. Sebab tiap hari saya ke kebun yang bersebelahan dengan areal proyek PLTA,” tegas Maraiman Nasution.

Tokoh masyarakat ini juga mengaku heran mengapa persoalan PLTA Batangtoru yang menjadi sasaran kampanye hitam LSM asing dan LSM lokal tersebut. Padahal kerusakan yang lebih parah dan kentara, bisa dilihat dari akibat adanya tambang emas, yang luasnya mencapai ribuan hektare.

“Ada apa sebenarnya dengan LSM ini,” katanya dengan nada bertanya.

Terkait dengan adanya tudingan LSM dengan isu daerah gempa, Maraiman Nasution mengaku bahwa LSM itu asal ngomong.

“Saya dahulu ikut mendampingi ahli geologi ketika mereka melakukan riset dan penelitian. Yang disebut sesar gempa itu bukan di areal bendungan PLTA ini, tapi jauh ke sana, ada sekitar 15 Km. Para ahli itu menunjukkannya kepada saya,” aku Maraiman Nasution.