PADANGSIDIMPUAN-ASF, murid salah satu sekolah berbasis agama Islam (Pesantren) di Desa Manunggang, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara, Kota Padangsidimpuan yang duduk di bangku kelas 1D Tsanawiyah tak mau lagi bersekolah seperti biasa akibat merasa dipermalukan oleh oknum guru di tempatnya sehari-hari menimba ilmu.

Seperti yang dikatakan oleh ibu kandung ASF, Rosni Khairani (41) kepada www.gosumut.com, saat dijumpai Minggu (28/4/201) malam dikediaman mereka Jalan Alboin Hutabarat, Gang Dame lingkungan II, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan.

Anak ke dua dari empat bersaudara ini sudah hampir sebulan tidak mau lagi bersekolah. Pada awalnya saat ditanya mengapa dia (ASF) tidak mau sekolah, ASF menjawab bahwa dia berkelahi dengan temannya disekolah.

"Pertama kali ditanya sama dia kenapa gak mau sekolah, dia bilang berantam sama temannya,"tutur wanita yang sudah 4 tahun berjuang seorang diri untuk menafkahi anak-anaknya itu.

Namun, dihari-hari berikutnya setelah dibujuk, ASF akhirnya mengungkapkan alasan yang sesungguhnya kenapa dia tak mau lagi bersekolah. Dengan menitikkan air mata, dia menceritakan kepada ibu dan pamannya bahwa dua orang oknum tenaga pengajar (guru) di sekolah Pesantren yang diketahui bernama AA itu, telah mempermalukan dirinya di hadapan teman-teman sekelasnya saat proses belajar mengajar sedang berlangsung.

ASF mengaku, ke dua oknum guru itu berinisial AA dan D. Ucapan yang sangat melukai hatinya itu pertama keluar dari mulut AA yang merupakan wali kelas 1D sekaligus mengajar ilmu Fiqih. "Yang mau jual pantatnya si ASF ini nanti kalau sudah besar", aku ASF menirukan perkataan wali kelas.

Kemudian, yang lebih sadis lagi perkataan yang keluar dari D yang merupakan guru pengajar mata pelajaran Aqidah dan Ahklak.

"Hei ASF, yang diajari mamakmunya kau jual gitu-gituan (dalam artian jual pantat)", sambung ASF kembali menirukan ucapan gurunya itu sambil menitikkan air mata.

Rosni Khairani didampingi Salman (paman ASF), sangat menyayangkan kejadian yang telah menimpa ASF itu. Sebagai tenaga pengajar atau pun pendidik di Sekolah, apalagi sekolah Pesantren, yang kental dengan pendidikan agama, tak sepantasnya melakukan perbuatan ataupun perkataan tidak terpuji kepada muridnya, bahkan sampai mempermalukan muridnya itu di depan teman-teman sekolahnya.

Akibat ucapan ke dua oknum guru tersebut, mental dan psikologis ASF pun terganggu hingga tak mau lagi bersekolah seperti biasa. "Tak seharusnya ke dua gurunya itu mengucapkan perkataan itu kepada anak kami ASF, apalagi di depan teman-temannya sehingga dia malu dan mengakibatkan mental dan psikologis ASF terganggu sehingga dia tak mau lagi sekolah,"keluh Rosni sembari menahan sedih memikirkan ASF.

Salman juga menambahkan, kualitas dan mutu Pesantren AA itu patut dipertanyakan."Bagaimana mungkin ahlak seorang murid yang belajar di pesantren tersebut akan lebih baik jika tenaga pengajar (guru) di sekolah  itu sendiri mengucapkan perkataan yang melukai muridnya sendiri sehingga mentalnya terganggu.

"Kualitas dan mutu sekolah itu patut dipertanyakan kenapa sampai ada oknum guru yang mengucapkan perkataan tak pantas kepada muridnya sendiri. Terlebih lagi ke dua oknum guru itu, perlu dipertanyakan kualitas ahlak dan ilmu pendidikan agamanya sebagai tenaga pengajar di Pesantren itu,"cetus Salman menimpali.

Lebih lanjut lagi Salmanpun mengatakan bahwa mereka (Pihak keluarga ASF) telah melakukan komunikasi dengan pihak Pesantren AA. Akan tetapi, ke dua oknum guru tersebut tidak mengakui apa yang di katakan oleh ASF dan teman sekelas ASF pun mengaku tak ada yang mendengar apa yang diucapan guru mereka itu kepada ASF.

"Saat kami mendatangi Pesantren AA untuk mengklarifikasi hal tersebut, ke dua guru itu tak mengakui apa yang dikatakan ASF. Teman-temannyapun mengaku tak mendengar perkataan guru itu kepada ASF. Mungkin mereka sudah diinterfensi oleh pihak Pesantren sehingga takut bersaksi untuk mengatakan kebenaran kejadian itu",terangnya lagi.

"Kami dari pihak keluarga, akan terus berupaya memperjuangkan martabat ASF dan membawa masalah ini ke pihak Depag (Departemen Agama) selaku pelindung Pesantren maupun jalur hukum. Dilain sisi, mohon maaf, kami mengingatkan kepada para orang tua yang akan medaftarkan anak mereka untuk belajar disalah satu sekolah apalagi Pesantren, agar mempelajari dulu kualitas maupun mutu sekolah itu khususnya mutu tenaga-tenaga pendidiknya (guru-guru),"ucap Salman mengakhiri.*