MEDAN - Gencarnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menuntut transparansi pelaksanaan pembangunan proyek PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara menjadi pertanyaan di masyarakat.

Ketua Paguyuban Masyarakat di sekitar Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, Abdulgani Batubara mempertanyakan alasan walhi terutama transparan soal tujuan dan penyandang dana dalam kampanye penolakan terhadap pembangkit listrik bagian dari proyek strategis nasional tersebut.

Dia juga mendesak Walhi perlu membuka sumber dananya agar semuanya juga terlihat jelas, tak perlu ditutup-tutupi.

Atas hal tersebut, Abdulgani Batubara, yang dihubungi, Kamis (25/4/2019), menyatakan, sikap Walhi menolak proyek energi hijau tersebut justru menimbulkan pertanyaan balik.

PLTA Batang Toru yang memiliki kapasitas 510 MW akan dibangun di luar kawasan hutan dan menempati lahan seluas 0,07% dari total ekosistem Batangtoru. Meski demikian, Walhi menuding proyek yang akan memberi penghematan kepada devisa negara hingga Rp5,6 triliun per tahun dari peralihan penggunaan bahan bakar minyak itu mengancam eksistensi orangutan yang ada di ekosistem Batangtoru.

"Proyek ini untuk kepentingan masyarakat, tapi mengapa Walhi menolak tentu perlu dipertanyakan alasannya," kata Abdulgani Batubara.

Dia pun menuntut Walhi agar mau menjelaskan sumber dana dalam kampanye penolakan pembangunan PLTA Batang Toru yang banyak menggunakan data-data tidak valid dan mengabaikan suara masyarakat adat.

"Supaya kami tahu apa sesungguhnya tujuan penolakan Walhi selama ini," katanya.

Sebelumnya dalam diskusi di Jakarta awal April lalu, Eksekutif Nasional Walhi Edo Rahman menyatakan, proyek PLTA Batang Toru dipaksakan agar terus dilanjutkan. “Dugaan kami, ada kepentingan yang memaksakan proyek ini terus dilanjutkan,” Imbuh Edo Rahman

Sementara, Ketua Komite Pengarah Nasional Konsil LSM Indonesia, Frans Toegimin menuturkan dorongan untuk menerapkan asas transparansi mengenai sumber pendanaan ini memang harus disampaikan.

Tinggal lagi apakah kepentingan mereka tersebut cocok dengan kepentingan Indonesia atau tidak. Di sisi lain, Frans menyarankan, mereka juga sebaiknya transparan terhadap pendanaan yang mereka peroleh.

"Sebaiknya ya, bersamaan dengan laporan tahunan (Annual Report). Annual report ini bisa dicetak kemudian disebarkan, atau cukup dimuat di web organisasi," katanya.

Asas transparansi itu diharapkan menjadi bagian dari kerja para LSM. Bukan sekadar jargon yang dihembuskan ke luar, menggotong kepentingan yang diboncengnya. Selain Walhi, ada juga LSM asing seperti Mighty Earth dan Sumatera Orangutan Conservation Programme (SOCP) yang gencar menyebar kampanye negatif untuk menghentikan pembangunan PLTA Batang Toru.

Terpisah, terkait dengan permintaan untuk transparan, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Profesor Yanto Santosa menuturkan, proyek pembangunan PLTA Batangtoru sejatinya sudah sangat transparan karena telah dilengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Dokumen itu memuat deskripsi rencana kegiatan dan kelayakan pembangunan PLTA.

"Jadi apalagi yang dituntut?" katanya.

Pentingnya PLTA Batangtoru ditegaskan Sekretaris Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Munir Ahmad. Menurut dia, PLTA ini akan memperkuat kehandalan jaringan listrik Sumatera karena saat ini pasokan listrik di Sumatera dalam keadaan kritis.

“Kalau ada salah satu pembangkit mati, maka sebagian Sumatera akan padam,” pungkasnya.