JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menilai, desain Pemilu Indonesia mesti dikaji ulang. Fahri menyatakan hal itu sebagai evaluasi atas berbagai permasalahan dalam perjalanan pemilu 2019. "Ya ini kita memang harus memikirkan ulang semuanya secara komprehensif. Karena metode penyelenggaraan pemilu seperti ini berbahaya bagi rasa aman dan tentram dalam hati masyarakat," kata Fahri di Hambalang, Bogor, Selasa (16/04/2019).

Fahri melanjutkan, sampai detik terakhir (H-1 pencoblosan) banyak kepastian yang belum bisa diberikan oleh penyelenggara Pemilu. "DPT, kecurangan, keterangan tentang apa yang terjadi; surat suara tercoblos duluan, surat suara yang tiba-tiba ada dalam diplomat bag, yang berseliweran dan sebagainya, ini banyak sekali. Maka ini adalah akhir dari potensi keraguan. Mudah-mudahan setelah ini tidak ada lagi,".

Seperti diketahui, BPN Prabowo-Sandi pernah melaporkan 17,5 juta data invalid dalam DPT KPU RI. Lembaga penyelenggara pemilu itu pun, telah mengeluarkan pernyataan resmi pada Senin (15/04/2019), yang pada intinya menyatakan bahwa 17,5 juta data tersebut adalah data wajar berdasarkan sistem administrasi kependudukan.

Soal jumlah DPT terakhir untuk Pemilu 2019, KPU hanya menyatakan, DPT menggunakan DPTHP-3 yang berjumlah 190 juta. Angka itu, terdengar angka bulat yang butuh dikonfirmasi melalui dokumen

Tapi, Sekretaris Bapillu PBB, Aji Martono yang turut hadir dalam Pleno terkait DPTHP-3 tertanggal 8 April 2019, mengaku tak ada berita acara soal itu.

"Nggak ada, nggak ada Berita Acara yang kami terima atau yang kami tandatangani sebagai hasil Pleno DPTHP-3," kata Aji saat dikonfirmasi, Senin (15/04/2019) petang.

Selain menyinggung soal DPT, Fahri juga menyebut soal "kecurangan" dan mengaitkannya dengan peristiwa tercoblosnya surat suara di Malaysia. Yang hingga malam tadi, KPU belum juga bisa memberi kepastian keaslian surat suara itu.***