MEDAN-Kapoldasu, Irjen Pol Drs Agus Andrianto SH MH menegaskan pelanggar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9/2019 dipidana.

Hal itu tertuang dalam Pasal 46 dan Pasal 51 PKPU Nomor 9/2019. "Kalau ada yang mencoba dan berani membuat kerusuhan sebelum, saat berlangsung dan atau sesudah pencoblosan, Polri dan TNI akan bertindak tegas kepada siapapun yang mencoba membuat rusuh. Silahkan saja kalau berani," ujar Irjen Pol Agus Andrianto usai menggelar doa bersama di lapangan KS Tubun Polda Sumut, Senin (15/4/2019) malam.

Mengenai pemilih yang harus selesai sampai Pukul 13.00 WIB, Kapolda mengatakan laporkan apabila ada yang melarang masyarakat yang sudah mendaftar di TPS dan sedang mengantre namun tidak bisa mencoblos setelah lewat waktu tersebut. "Sesuai PKPU Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 46 menyatakan pada pukul 13.00 WIB. Ini dikhususkan bagi mereka yang belum mendaftar ke TPS dan mendaftar lewat dari jam 13.00 WIB baru tidak bisa mencoblos," kata mantan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Mabes Polri ini.

Karena itu, kepada penyelenggara yang dengan sengaja menutup dan tidak memperbolehkan masyarakat untuk memilih sementara mereka sudah menunggu dan mengantre, maka sesuai Pasal 46 dan Pasal 51 penyelenggara akan dikenakan sanksi 2 tahun penjara dan denda maksimal 24 juta rupiah. "Kami, TNI-Polri serius mengamankan pemilu 2019 ini dan kami pastikan akan berjalan aman dan damai," kata Alumnus Akpol Tahun 1989 ini.

Sementara itu, Ketua KPU Medan Rinaldi mengatakan semua masyarakat yang sudah terdaftar di TPS dekat rumahnya masih bisa memilih meskipun sudah melewati Pukul 13.00 WIB.

Ia mengatakan, yang tidak boleh memilih lagi adalah, masyarakat yang belum terdaftar dan hendak mendaftarkan diri Pukul 13.00 WIB.

Sesuai UU No 9 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Tahun 2019 Pasal 46 menyatakan pada pukul 13.00 WIB waktu setempat, ketua KPPS mengumumkan yang diperbolehkan memberikan suara hanya pemilih yang sedang menunggu giliran untuk memberikan suara dan telah dicatat kehadirannya dalam formulir model C7.DPT - KPU, Model C7. DPTb - KPU dan Model C7.

DPK-KPU atau, telah hadir dan sedang dalam antrean untuk mencatatkan kehadirannya dalam formulir model C7.DPT - KPU, Model C7. DPTb - KPU dan Model C7. DPK - KPU.

Maka dari itu, katanya, setiap Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) selalu memberikan imbauan kepada masyarakat apabila sudah Pukul 12.00 WIB untuk menunggu antrean di dalam TPS. "Setiap KPPS juga mengimbau agar masyarakat segera mendaftar ke TPS sebelum jamb13.00 WIB. Karena setelah di atas jam 13.00 WIB, masyarakat tidak bisa mendaftar lagi untuk menyampaikan hak suaranya. Namun, kalau mereka sudah terdaftar dan sudah lewat jam 13.00 WIB, masih bisa ikut mencoblos. Karena mereka dalam konteks mengantre," jelasnya.

Sementara itu untuk Pasal 51, Rinaldi menyatakan rata-rata proses perhitungan suara dalam simulasi yang sudah dibuat sampai pada pukul 23.30 WIB.

Sedangkan di UU No 7 Tahun 2017 disebutkan harus di satu hari yang sama.

Artinya, kata Rinaldi, tidak boleh melewati Pukul 24.00 WIB.

Bunyi UU itu, sambungnya, kemarin di Yudisial Review ke Mahkamah Ke (MK). "Jadi hasil dari putusan MK menyebutkan bahwa bisa diperpanjang 12 jam setelah hari pemungutan suara. Artinya setelah jam 24.00 wib bisa diperpanjang sampai jam 12.00 WIB. Itulah yang dikonversi dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2019 Pasal 51 yang menyebutkan bahwa proses penghitungan suara bisa sampai jam 12.00 WIB tanpa jeda," ungkapnya.

Ia menyatakan jangan nanti masyarakat mengira ketika sudah ada perpanjangan 12 jam maka bisa ditunggu sampai pagi. "Nah, itu yang tidak boleh. Jadi ketika sudah jam 24.00 lewat, itu bisa terus melakukan penghitungan suara sampai 12 jam ke depan. Jangan disetop. Kalau di setop hanya untuk istirahat sebentar," terangnya.

Terpisah, Ketua Bawaslu Sumut Safrida menyatakan setiap orang yang melanggar pasal 510 yang menghalangi pemilih untuk memilih hak pilihnya akan mendapatkan sanksi 2 tahun penjara dan denda 24 juta rupiah.

Sedangkan ancaman bagi orang yang melanggar Pasal 517 terkait dengan orang yang menggagalkan pemungut suara itu paling lama 5 tahun penjara dan denda 60 juta rupiah. "Kalau Pasal 511 orang yang menghalangi seseorang pada saat pendaftaran pemilih. Pasal ini berlaku ketika pendataan pemilih dan tidak bisa dipakai lagi untuk sekarang,"ujarnya.

Sama halnya dengan Pasal 530 yang di mana bersangkutan kepada perusahaan pencetakan surat suara. "Perusahaan tersebut akan dikenakan sanksi apabila tidak menjaga kerahasiaan surat suara, keamanan dan keutuhannya. Tapi inikan sudah lewat. Jadi ada beberapa pasal yang tidak bisa diterapkan sekarang," katanya.

Pasal yang bisa digunakan sekarang adalah pasal yang menghalangi orang menggunakan hak pilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban di masyarakat. "Orang yang sengaja menghilangkan hak pilih, seperti orang yang sudah mengantre tapi tidak boleh lagi memilih, orang yang menggagalkan pemungutan. Kesemua ini adalah pasal yang masih bisa digunakan sekarang. Seperti Pasal 510 dan 517," terangnya.

Sementara untuk Pasal 531 ini juga masih bisa digunakan.

Karena isi dari pasal tersebut menyatakan akan orang yang melakukan kegiatan dan menimbulkan gangguan ketertiban di masyarakat akan mendapat sanksi hukuman. "Hukumannya sama seperti Pasal 510, sanksi 2 tahun penjara dan denda 24 juta, rupiaj," pungkasnya.