MEDAN - Pengamat Politik Sumatera Utara, Dr Wajio berharap pemilu tahun 2024 mendatang Indonesia sudah bebas dari money politic. Untuk itu, dirinya meminta seluruh pihak untuk bersinergis memberantas "penyakit lima tahunan" ini. "Harus dimulai pendidikan politik. Karena secara hukum (money politic) ini tidak diperbolehkan dalam undang-undang. Demikian juga harus ada keseriusan dari parpol ataupun elit politik. Karena kalau tidak, ini akan menjadi persoalan yang sama. Ini harus dilakukan dari tingkat bawah hingga pusat. Yang bisa dilakukan saat ini yakni dengan meminimalisirnya. Dengan penduduk kita yang besar, hukum-hukum dalam konteks politik juga belum banyak, mereka dianggap sebagai hal yang biasa," ungkap Ketua Prodi Ilmu Politik Fisip USU usai dialog politik Garbi Night sekaligus deklarasi Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi) Capture USU, Jumat (12/4/2019) malam di Roda Tiga Kafe.

Maka dari itu, imbuh Warjio, pentingnya pendidikan politik untuk digaungkan dan terus sosialisasikan bahwa money politik ada hukuman yang bisa menjerat seseorang pemberi dan penerima.

"Dan ini kriminal. Sebab masyarakat gak tahu dan kemudian pihak panwas belum bekerja secara maksimal terutama dalam konteks sosialisasi persoalan hukum-hukum pemilu. Demikian juga dengan penyelenggara yang lain. KPU juga belum secara maksimal. Ini persoalan kompleks yang bukan hanya dialami parpol, tapi juga penyelenggara pemilu. Jadi sinergitas termasuk perguruan tinggi juga harus dilibatkan," jelasnya.

Dirinya juga menyoroti adanya kekurangan-kekurangan dalam UU Pemilu seperti politik uang dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Dalam UU 7/2017 [sanksi] politik uang bisa dilakukan ke siapa saja tapi hanya dalam masa pemungutan dan penghitungan suara. Tapi dalam masa kampanye, selama [politik uang] tidak dilakukan peserta pemilu, tim kampanye, pelaksana kampanye masa unsur subjeknya tidak terpenuhi," bebernya.

Maka dari itu, dirinya meminta untuk pasal-pasal ini agar direvisi untuk lebih baik lagi.

"Yang memberikan kesempatan besar kepada panwas, bawaslu untuk kemudian bisa menjadi lembaga yang independen dan punya kekuasaan untuk menindak langsung," ungkapnya.

"Prosesnya harus tetap dilakukan. Tapi paling tidak kalau kita sepakat bahwa lima tahun ke depan ini dengan undang-undang yang bagus, saya yakin dan percaya Insya Allah dalam konteks lima tahun ke depan ini bisa diminimalisir dengan hasil yang besar. Pemilu ke depan saya kira itu," harapnya.

Sementara itu, seorang Entrepreneur Sumut, Arief Budiono mengaku money politik di tengah masyarakat sangat besar. Apalagi ada pameo di masyarakat ungkapan wani piro, jelas, berapa nomor piro wani piro (NPWP).

"Bahkan anak usia 12 tahun ke bawah saja saat ini juga sudah tahu money politik ini. Misalkan mereka menyebut, snacknya apa dan lain sebagainya," beber Caleg DPRD Sumut No 4 daerah pemilihan Medan B dari Partai Gerindra ini.

Dengan adanya Garbi Capture USU ini, dirinya berharap dapat menjadi sebuah organisasi yang memberikan pendidikan politik di tengah masyarakat. Sebab, sebagaimana amatan dia, hampir 300 kepala negara ditangkap KPK, money politik sangat besar berperan.

Di lain sisi, Seorang Jurnalis di Kota Medan, Chairil Huda menerangkan, pada tahun 2009 lalu, salah satu kandidat caleg DPR RI yang secara terang-terangan memberi uang ke massa di sebuah lapangan.

"Kita memotret adanya bagi-bagi uang dan berita ini naik ke Sumut Pos. Akhirnya si calon diperiksa oleh Bawaslu tanpa ada laporan aduan. Si calegnya membantah itu untuk membayar sate.
Tapi si penerima mengaatakan tidak membayar sate. Kasus ini sempat akan dihentikan. Namun tetap berlanjut," terangnya.

Namun, menurut pria yang akrab disapa Aril ini, temuan seperti ini beralih pada Pemilu 2014. Di mana, tidak ada lagi caleg yang terang-terangan membagi-bagi uang, namun ada "mahar" diawal pencalonannya yang dikutip oleh parpol.

"Kita berharap adanya organisasi seperti Garbi yang bisa memotret ini. Silakan share foto itu ke media massa. Daripada dishare di media sosial dan itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab personal. Kalau 1 media tidak menaikkannya, terus saja share ke media lainnya. Setelah berita itu naik, lalu bisa dishare ke medsos karena itu sudah terlindungi UU Pers dan Kode Etik," jelasnya.

Aril menilai, lahirnya money politik ini berawal dari parpol. Sebab, parpol tidak pernah memberikan pendidikan politik dan tidak memfilter seorang caleg yang diusung partai.

"Jika nanti Garbi ke depan jadi partai, Garbi sudah mengajarkan dan memberikan pendidikan politik," tukasnya.

Sementara itu, Sekjen Garbi Sumut, Juanda Sukma mengungkapkan, keberadaan Garbi ini tak lain bertujuan untuk menopang pemuda.

"Makanya kita mengawalinya dengan Capture USU. Nantinya akan menyusul Capture Unimed, UIN dan sekolah-sekolah," tandasnya.