SEMARANG - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengadakan acara Focus Group Discussion (FGD) dalam kerangka mencari format yang ideal terkait pelaksanaan tugas baru DPD RI dalam pemantauan dan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Peraturan Daerah (Perda). Wakil Ketua DPD RI Akhmad Muqowam menyampaikan, adanya perintah dari Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang memberi kewenangan baru kepada DPD RI yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi Raperda dan Perda.

"Saya kira pembentuk Undang-Undang menyadari betul ada beberapa ruang kosong, terutama ruang bagi DPD RI sebagai wakil daerah yang ada di pusat. Lalu yang kedua, ada satu fakta hukum bahwa pemerintah pusat yakni Kemendagri tidak lagi mempunyai kewenangan untuk membatalkan Perda," ucapnya saat membuka acara FGD dengan tema 'Harmonisasi dan Sinergitas Penyusunan Legislasi Daerah Pasca Perubahan UU MD3' di Hotel Santika, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (11/4).

Muqowam menjelaskan, Perda yang bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya bisa bermacam-macam. Misalnya Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah, serta Perda tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.

"Karena itu, hal ini menjadi pekerjaan DPD RI ketika pemerintahan pusat tidak punya kewenangan lagi untuk melakukan pembatalan terhadap Perda, ini keputusan dari MA," kata Senator asal Jawa Tengah itu.

Untuk mendalami hal tersebut, Muqowam mengaku bahwa DPD RI terus melakukan upaya antara lain menyelenggarakan dialog, FGD dan lain-lain dengan berbagai stakeholder.

Dengan harapan agar harmonis antara kewenangan legislatif review dengan yudikatif review ataupun eksekutif review. "Mengingat peran DPD RI masih dipertanyakan posisinya berkaitan dengan kewenangan yang baru tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) DPD RI Abdul Qodir Amir Hartono mengatakan bahwa peran DPD RI dapat memberikan penguatan bagi pembentukan legislasi di daerah.

Selain itu, DPD RI juga dapat membantu menjamin kesinambungan alur kebijakan dari pusat ke daerah.

"Rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh DPD RI kelak akan memberikan perspektif baru terkait hubungan pusat dan daerah," paparnya.

Abdul Qodir menambahkan dalam bidang legislasi, rekomendasi-rekomendasi DPD RI merupakan data otentik dalam kaitan pelaksanaan tugas pembentukan peraturan perundang-undangan. Pemantauan dan evaluasi Raperda dan Perda merupakan perspektif baru dalam konsep pengawasan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan di Indonesia khususnya DPD RI, sebagai Post Legislative Scrutiny.

"Tentunya pilihan-pilihan kebijakan yang dirumuskan oleh PULD tersebut akan dituangkan lebih lanjut dalam pedoman pemantauan dan evaluasi Raperda dan Perda," jelasnya.

Pada acara tersebut pakar otda Djohermansyah Johan menyarankan agar peran dan tugas DPD RI dalam pemantauan dan evaluasi Raperda dan Perda ini sebaiknya dilakukan secara selektif.

Prioritas pemantauan dan pengawasan Raperda dan Perda yang dilakukan oleh DPD RI sebaiknya fokus pada bidang ekonomi, investasi, fiskal, isu lingkungan hidup dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

"Selain itu disarankan selektif dalam penentuan Raperda dan Perda yang memang bermasalah dan tidak teratasi oleh Pemda dan Kemendagri, agar DPD RI lebih fokus," tuturnya.

Pada acara FGD tersebut hadir pula sebagai nara sumber yaitu Bunyamin (Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-udangan, Kemenkum HAM), Akmal Malik (Plt. Dirjen Otonomi Daerah, Kemendagri) dan Sefti Ramsiaty (Deputi Bidang Persidangan DPD RI).***